Jumat, 30 Maret 2012

Refleksi Paskah: "Kasih, Pengorbanan dan Kemenangan""

Paskah (bahasa Yunani: Πάσχα atau Páscha adalah perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Bagi umat Kristen, Paskah identik denganYesus, yang oleh Paulus disebut sebagai "anak domba Paskah"; jemaat Kristen hingga saat ini percaya bahwa Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan, dan pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati. Paskah merayakan hari kebangkitan tersebut dan merupakan perayaan yang terpenting karena memperingati peristiwa yang paling sakral dalam hidup Yesus (Wikipedia.org).

Dalam kepercayaan kristiani, peristiwa sengsara Yesus merupakan wujud kasih karunia Tuhan bagi kehidupan manusia yang dinyatakan dalam wujud pengorbanan di kayu salib. Dengan kasih karunia dan pengorbanan tersebut, manusia beroleh selamat dari dosa. Jadi manusia menang dari dosa karena kasih dan pengorbanan Yesus yang sampai mati di kayu salib.  Kemenangan itu semakin nyata ketika kubur tempat Yesus dibaringkan terbukti kosong. Yesus bangkit dan menang dari kuasa maut. Disinilah kita menemukan makna paskah bagi orang Kristen, yaitu kasih, pengorbanan dan kemenangan.

Persoalannya adalah, apakah kasih dan pengorbanan itu benar-benar teraktualisasi dalam kehidupan manusia dalam konteks kekinian ?


Kasih, pengorbanan dan kemenangan, hemat saya, merupakan 3 hal yang saling berhubungan. Kasih atau mengasihi adalah perbuatan yang sarat dengan nilai pengorbanan. Ketika seorang mampu berbagi dalam berbagai bentuk entah pikiran, saran, nasehat, waktu dan harta benda sekecil apapun maka ada nilai pengorbanan disini. Berbagi adalah mengorbankan apa yang kita miliki kepada orang lain. Dengan demikian, tidak ada kasih tanpa pengorbanan. Kita mungkin akan berkata "saya ikhlas dan tulus memberikan sesuatu", namun tetap saja kita secara real berkorban ! Jadi, jika kita tidak rela berkorban maka tidak mungkin kita bisa mempraktekan kasih.

Kasih dengan berkorban adalah jalan menuju kemenangan hidup. Karena tidak ada kemenangan hidup jika tanpa kasih. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia namun  tidak memiliki kasih ? 

Ada kisah tentang dua ekor kambing yang setelah menempuh perjalanan yang jauh, suatu saat bertemu di suatu jalan yang sempit yang hanya bisa dilalui oleh seekor kambing saja. Kiri dan kanan jalan terdapat jurang yang dalam. Apa yang harus mereka lakukan ? Kembali adalah jalan yang kurang bijak sebab perjalanan mereka telah jauh, lagipula jalan yang sempit dengan tepi jurang agak beresiko ketika mereka harus berbalik arah. Bertarung demi mendapatkan jalan ? Hmmm, beresiko juga bisa-bisa dua-duanya jatuh ke jurang lagipula kalau toh ada salah satu yang menang pertarungan, kambing yang mana ? 

Jadi, bagaimana kemudian supaya bisa menang ?

Maka berinisiatiflah kambing yang satu, merebahkan tubuhnya, memberi kesempatan kepada kambing yang lain melalui jalan sempit itu dengan berjalan melalui tubuhnya. Yah, kambing yang satu berkorban meskipun diinjak asal keduanya selamat. Dia tak rela untuk bertarung meski mungkin dia bisa menang. Dia menerapkan kasih dengan pengorbanan untuk kemudian menang, suatu kemenangan kehidupan, kemenangan yang penuh kasih dan pengorbanan.

Kambing bisa seperti itu, namun manusia banyak yang tidak lebih bijak dari kambing dalam kisah kita ini. Kasih ? Nanti dulu, urusan pribadi aja belum tuntas. Pengorbanan ?  "Bodoh amat". Justru sering ditemui adalah adanya upaya mengorbankan orang lain demi kepentingan kita. Sebuah win-lose oriented (orientasi menang-kalah).  Padahal prinsip hidup yang lebih bijak sebenarnya adalah win-win oriented (orientasi menang-menang), anda menang, saya menang. Seperti Kristus yang menang dan memenangkan kita manusia.

Konteks kita saat ini, banyak orang menjadi pemangsa bagi sesamanya. Sikap hidup homo homini lupus (manusia menjadi serigala bagi sesamanya) menjadi dominan dibanding sikap homo homini socius (manusia menjadi rekan / sahabat bagi sesamanya). Yang penting saya menang, peduli amat dengan yang lain ! Padahal, sejak SD kita telah belajar bahwa manusia itu mahluk sosial (homo socius). Namun homo socius sebagai sifat manusia dewasa ini telah mulai digeser oleh sifat homo economicus (mahluk ekonomi) yang menggiring manusia pada upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi yang terkadang mengesampingkan aspek sosial. Apalagi ketika salah satu prinsip ekonomi yaitu "keuntungan" menjadi dominan dalam karakter maka jadilah manusia yang lain hanya dilihat dari aspek keuntungan. Bahkan, kalau perlu demi keuntungan, kalau ada yang harus dimangsa atau dikorbankan why not ? "Yang penting saya untung !".

Kalau sudah seperti ini, maka tidak ada lagi makna paskah dalam kehidupan kita, apalagi jika pelaku segala sikap anti sosial tersebut adalah orang Kristen. 

Marilah kita introspeksi diri masing-masing, jangan sampai tanpa sadar kita telah menjadi serigala kecil bagi sesama. Jelas, kita tidak akan memiliki mahkota kemenangan di bumi dan di sorga..... Selamat merenungkan pengorbanan Kristus...Happy easter... (Meidy Y Tinangon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar