Selasa, 30 Agustus 2011

Definisi dan Proses Eutrofikasi

EUTROFIKASI adalah salah satu problema ekologis pada ekosistem danau. Jika tidak ditanggulangi maka berbagai dampak ikutan akan dialami oleh suatu ekosistem danau. Bagaimana proses eutrofikasi ?
EUTROFIKASI diperikan pertama kali oleh Weber pada tahun 1907 ketika ia memperkenalkan istilah oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik (Hutchinson, 1969)

Rabu, 17 Agustus 2011

Eutrofikasi, Problema Ekologis pada Ekosistem Danau

Eutrofikasi, Problema Ekologis pada Ekosistem Danau
I.               PENDAHULUAN

Danau adalah salah satu ekosistem enting karena fungsinya bagi masyarakat.Diantaranya danau sering dimanfaatkan sebagai: sumber air minum , penangkapan budidaya ikan, tempat cuci mandi, objek wisata dan lain sebagainya. Namun, seperti halnya ekosistem lainnya di muka bumi ini, danau tetap saja tidak bebas dari gangguan serta permasalahan ekologis
Diantara masalah yang menarik serta perlu mendapat perhatian serius adalah masalah  eutrofikasi  (pengkayaan unsur hara). Proses ini sebenarnya sifatnya agak alami dimana terdapat masukan unsur hara dalam danau karena peristiwa-peristiwa dalam danau tersebut. Dalam situasi alami tersebut, maka proses eutrofikasi dapat dikatakan berlangsung lambat dan dalam keadaan seimbang. Namun menjadi masalah ketika campur tangan manusia lewat berbagai aktifitas pemanfaatan danau mulai mempengaruhi ekosistem danau. Proses ini kemudian dikenal sebagai eutrofikasi kultural.

Selasa, 16 Agustus 2011

Rencana LOKAL melawan Pemanasan GLOBAL

"LOCAL PLANNING" Melawan "GLOBAL WARMING" 
Oleh: Meidy Y. Tinangon
”Jika suatu ketika lapisan es di bumi mencair maka ketinggian permukaan air laut dapat dipastikan naik hingga 64 meter” demikian diungkap Antara news 23 Maret 2007.Nikolai Osokin, pakar glaciologi pada Institut Geografi, Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, memperkirakan, kota-kota ditepi pantai kemudian tenggelam di bawah permukaan air, termasuk Belanda, yang sebagian besar wilayahnya notabene berada di bawah permukaan air laut. Bagaimanapun juga, baik Belanda maupun seisi planet bumi yakin bahwa kehancuran yang luar biasa dapat terjadi setiap saat dalam beberapa ribu tahun mendatang.

Pendidikan di Tanah Minahasa

Bicara pendidikan kita pasti memahami bahwa bidang yang satu ini punya goal yang pasti. Dalam bahasa awam, tujuan pendidikan sederhananya adalah untuk membuat manusia yang mengenyam pendidikan menjadi manusia yang cerdas, yang otaknya mengunyah aneka pengetahuan atau dalam bahasa kerennya, menjadi Tou Ngaasan. Hal mana dibahasakan oleh konstitusi kita, UUD 1945, sebagai mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sabtu, 30 Juli 2011

Reorientasi Peran GMKI Menuju Equlibrium Point


facebook.com
“Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen khususnya.
GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia.
GMKI jadilah suatu pusat, tempat latihan, dari mereka yang bersedia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia.
GMKI bukan merupakan suatu gessellschaft, tetapi ia adalah suatu gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai suatu bagian daripada iman dan roh, ia berdiri ditengah-tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional, dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan InjilNya, yaitu Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan”
(Dr. J. Leimena, Founding Father GMKI
dalam Pidato Pembentukan GMKI, 9 Februari 1950)

Peran Politik Gereja di Era Multi Partai


I.                    GEREJA,  POLITIK DAN PARTAI POLITIK
Mengapa dan bagaimana sikap politik gereja dalam konteks politik saat ini yaitu di era multi partai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita menyamakan persepsi tentang gereja, politik dan partai politik.
  • ·           Gereja (dan warga gereja)
Umumnya kita mendefinisikan gereja sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Dalam Alkitab gambaran yang tentang Gereja dapat dilihat misalnya dalam I Petrus 2 :9 : “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, immamat yang rajani, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu membritakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” .
Jadi gereja  adalah persekutuan umat yang percaya kepadaNya yang telah dipanggil untuk keluar dari gelap menuju terang. Hal mana juga merupakan peringatan bahwa  dunia yang kita diami  adalah dunia yang gelap.
Dalam praktek, Istilah gereja sering diartikan sebagai institusi atau dalam pengertian umat/warga gereja. Untuknya dalam uraian singkat ini, akan digunakan istilah “gereja” yang menunjuk pada instirusi dan “warga gereja” yang menunjuk pada umat.

Paradigma Lingkungan dan Kondisi Lingkungan Hidup Kita

Ada sebuah kisah tentang Kapal Titanic. Kapal yang besar dan megah di masanya. Kapal yang dianggap paling besar, paling kuat, paling megah, paling hebat ! Tak seorangpun meragukan kemampuan dari kapal tersebut. Tak ada yang berpikiran bahwa kapal yang hebat tersebut suatu saat akan tenggelam. Tak ada yang memusingkan diri dengan hal tersebut.   Dalam perjalanan tersebut, orang – orang sibuk dengan kesenangan bahkan pesta. Namun apa yang terjadi ? Suatu saat kapal mengalami masalah akibat bongkahan es di laut, kapal sudah mulai tenggelam perlahan namun orang masih sibuk dengan urusan kesenangan masing-masing. Hingga akhirnya kapal pun tenggelam dengan korban jiwa yang besar.
Dalam hubungan dengan topik bahasan kita, pandangan orang-orang terhadap kapal Titanic ini sama dengan cara pandang kita terhadap bumi atau lingkungan hidup kita.
Manusia telah sekian lama menganggap bumi ini sedemikian tangguh dengan segala proses alamnya. Kita merasa bumi ini demikian besar dan begitu jauh dari kesan kerapuhan. Kita merasa bumi sangat mampu menampung sejumlah besar manusia dan kita menganggap bumi kita demikian hebatnya, dan karenanya tak akan mungkin “tenggelam” seperti keyakinan para petinggi dan orang-orang pintar dalam kisah kapal Titanic di atas.

Senin, 27 Juni 2011

Bergaul dengan Konflik

Belajar Memahami Konflik & Cara Mengelolahnya
By:
Meidy Y. Tinangon
·     Introduksi
KONFLIK, sering dianggap sebagai suatu hal yang harus dihindari. Padahal, dalam kenyataannya konflik justru merupakan suatu fakta yang tak bisa terhindarkan. Dalam komunitas gereja, konflik justru sering dianggap haram, pekerjaan setan dan karena itu harus dihindari bahkan dimusuhi. Padahal, sekali lagi jika kita berkenalan dengan bentuk-bentuk dan tingkatan dari konflik, kita akan mendapati bahwa konflik adalah suatu fakta manusiawi, fakta interaksi sosial dan dengan demikian merupakan fakta pelayanan.
Sebagai fakta bermanusia, bersosial dan bergereja, konflik memang sering tak terhindarkan dan tak bisa dihindari. Sekalipun demikian, bukan berarti konflik kemudian akan kita biarkan. Konflik ibarat pedang bermata dua, di satu sisi dampaknya bisa positif dan di sisi lain bisa negatif. Tergantung bagaimana kita mengelolahnya, mengendalikannya, menyelesaikannya. Dengan demikian, untuk bisa mengelolahnya, kita perlu ‘bergaul’ dengan konflik, mengenalnya, memahaminya, menyikapinya, mengelolahnya hingga akhirnya kita (pribadi, organisasi, gereja) menikmati hasil pergaulan dengan konflik yang –sekali lagi- bisa positif atau negatif.........



·      Apa itu Konflik
Kata Konflik berasal dari kata confligere, conflictum, yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidak serasi- an, pertentangan, perkelahian, operasi dan interaksi yang antagonis (Kartini Kartono 1991 dalam Anonim 2002).

Selasa, 21 Juni 2011

Menggagas Gerakan Kebudayaan, Menghalau Imperialisme !

Meidy Y. Tinangon
Ketua Dewan Penggerak
GERAKAN MINAHASA MUDA (GMM)

                                                                                                                                                                    I.            Introduksi
Imperialisme ???
Imperialisme atau penjajahan dalam kesadaran banyak orang Minahasa, dianggap merupakan suatu kondisi masa lalu yang sudah dilewati. Bukankah sejak 17 Agustus 1945, negara kita Indonesia telah merdeka ?
Ternyata imperialisme dalam bentuk penjajahan dan penguasaan bangsa penjajah yang telah dilalui oleh bangsa Indonesia (bersama bangsa-bangsa yang berhimpun dan berkomitmen di dalamnya, termasuk bangsa Minahasa) hanyalah bagian kecil dari bentuk imperialisme.
Dalam situasi kekinian global, imperialisme tidak hanya berwujud perang untuk saling menguasai atau merebut teritori tertentu, namun imperialisme ternyata hadir dalam berbagai wujud dan penyamaran. Menariknya, imperialisme tersebut meng-ada dalam situasi sosial yang lagi asyik meneguk madu modernitas, kesenangan dan euforia terhadap produk teknologi dan tayangan media. Bangsa Minahasa atau Tou (orang) Minahasa pun dalam keasyikannya menikmati kemajuan peradaban tersebut, tanpa sadar telah terkungkung dalam penjajahan zaman yang hadir dalam berbagai wujud.
Bangsa Minahasa, tanpa sadar sedang dijajah........
‘teritori identitasnya’ kabur akibat instalasi budaya asing, atau bahkan dapat disebut kehilangan identitas !!!
Mampukah ‘torang’ keluar dari cengkeraman jajahan budaya ???