Selasa, 19 Maret 2019

Jangan Kampanye di 3 Tempat ini!


Saat ini, aktivitas peserta Pemilu dalam tahapan kampanye semakin meningkat seiring dengan semakin dekatnya hari pemungutan suara 17 April 2019. Para kandidat atau tim kampanye hampir setiap hari memiliki agenda dalam rangka kampanye. Namun demikian, di lapangan ditemui berbagai macam pelanggaran terhadap larangan kampanye. Diantara larangan kampanye yang dilanggar oleh peserta Pemilu adalah larangan penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa pelaksana, peserta dan Tim Kampanye Pemilu dilarang:  menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Undang-undang mengatur bahwa pelanggaran terhadap larangan kampanye di Tempat Pendidikan, Tempat Ibadah dan Fasilitas Pemerintah dikategorikan dalam 2 (dua) jenis pelanggaran yaitu administratif (Pasal 280 ayat 4) atau pidana (Pasal 521). 

Sanksi Administratif

Pengaturan sanksi administratif terhadap pelanggaran kampanye di tempat terlarang dalam  UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diatur dalam Ketentuan Pasal 280 ayat (4) yang mengatur bahwa pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu. Dalam ketentuan ini larangan pada Pasal 280 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf h (Penggunaan Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan ) tidak termasuk tindak pidana Pemilu. Pelanggaran oleh Pelaksana, Peserta dan Tim Kampanye yang bukan tindak pidana berarti termasuk kategori pelanggaran admnistrasi (juncto Pasal 460 ayat 1 dan 2).

Penanganan pelanggaran ketentuan Pasal 280 ayat (1) dari sisi penanganan pelanggaran administratif diatur dalam Ketentuan dalam Pasal 309 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana kampanye, peserta kampanye, atau tim kampanye melakukan pelanggaran kampanye sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (1) dan ayat (2) dalam pelaksanaan kampanye yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan/desa, Panwaslu Desa/Kelurahan menyampaikan laporan kepada PPS.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 310 ayat (1) mewajibkan PPS menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan / desa sebagaimana dimaksud Pasal 309 ayat (2) dengan:

a.      menghentikan pelaksanaan kampanye Peserta Pemilu yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu setelah mendapatkan persetujuan dari PPK;

b.      melaporkan kepada PPK dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana Pemilu mengenai pelaksanaan Kampanye Pemilu;

c.       melarang pelaksana atau tim Kampanye Pemilu untuk melaksanakan Kampanye Pemilu berikutnya setelah mendapat persetujuan PPK; dan/atau

d.      melarang peserta Kampanye Pemilu untuk mengikuti Kampanye Pemilu berikutnya setelah mendapatkan persetujuan PPK.

Ketentuan ayat (2) mewajibkan PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

Pola penanganan serupa, terhadap pelanggaran Pasal 280 ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Pasal 314 ayat (2) dan Pasal 315 ayat (1) untuk tingkat kecamatan, Pasal 318 untuk tingkat Kabupaten, Pasal 320 untuk tingkat Provinsi, dan Pasal 322 untuk tingkat nasional yang merupakan pola penanganan pelanggaran administratif dalam tahapan Kampanye Pemilu.

Ketentuan Pasal 280 ayat (4) di atas   diikuti KPU ketika menyusun Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, sebagaimana diubah terakhir dengan PKPU 33 Tahun 2018, sehingga pelanggaran tersebut dikecualikan sebagai tindak pidana Pemilu sesuai bunyi ketentuan Pasal 69 ayat (4) PKPU:

“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j kecuali huruf h dan huruf h1, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu”.

Hal serupa diatur Pasal 76 (1):

“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j kecuali huruf h, dan ayat (2) merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Pemilu”

Selanjutnya dalam Pasal 76 ayat (3) diatur sanksi administratif: Pelanggaran terhadap larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h dikenai sanksi:

a.   peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau

b.   penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu daerah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain.

Sanksi Pidana

Apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana Pemilu mengenai pelaksanaan kampanye, maka temuan dan laporan Panwaslu Desa/Kelurahan kepada PPS dilaporkan kepada PPK, kemudian PPK menindaklanjuti laporan dengan melakukan penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-undang (Pasal 310 ayat 2). Penyelesaian dimaksud adalah dengan meneruskan laporan dugaan pelanggaran pidana kepada Panwaslu Kecamatan sesuai kewenangannya. Hal serupa perlu dilakukan KPU Kabupaten/Kota terhadap laporan PPK sebagaimana diatur Pasal 315 ayat (1) huruf b dan ayat (2).

Ketentuan pidana terhadap pelanggaran kampanye di tempat terlarang, diatur dalam ketentuan Pasal 521 UU 7 tahun 2017 yang mengamanatkan  bahwa:

“setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00.(dua puluh empat juta rupiah)”.

Selain sanksi Pidana sebagaimana diatur Pasal 521, pelanggaran terhadap larangan kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 280, juga memiliki konsekwensi sanksi administratif lanjutan sebagaimana diatur pasal 285 yaitu:

“putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 dan Pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengambil tindakan berupa:

a. pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau

b. pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih”.


Jumat, 08 Maret 2019

Kita dan Mereka di Pesta Sang Khalik

Tak lama lagi Pesta itu kan tiba |
Pesta seantero negeri |
Di ruang tak kurang dari delapan kali sepuluh meter |
Pesta n'tuk cari Pemimpin negeri |
Pesta n'tuk salurkan hak |
Pesta n'tuk sejahtera anak negeri |
Lengkapnya kami sebut: Pesta Demokrasi |

Rabu, tujuh belas April kan jadi penentu |
Siapa layak jadi tumpuan asa |
Banyak waktu tuk memilah yang layak dan patut |
Menilai visi, misi, melacak rekam jejak |
Menimbang yang tulus atau bulus |
Bukan sekedar tampang yang terpampang |
Bukan sekedar tampilan sarat editan |
Pilihan ada di benak dan sanubari jutaan tuan pesta |
Kita yang punya hak pilih |

Yah.. Memilih adalah hak |
Hak itu,  anugerah Sang Khalik |
Bukan barang dagangan |
Jangan kau jual pada mereka penghalal haram |
Hakmu,  titipan Tuhanmu |
Meski kita miskin, titipan itu tak bisa dijual|
Meski kita miskin,  tak akan kaya dengan suap mereka |
Meski perut keroncong,  malu diri makan sogok |
Karena Dia telah siapkan berkat untuk kita|

Katakan pada mereka  |
Suara kita,  Suara Tuhan |
Sang Khalik, penguasa pesta |
Penentu pemenang di pesta itu |
Kita hanya abdi, mandataris suara Khalik |
Beranikah mereka beli suara Tuhan?  |
Katakan pada mereka,  suara Sang Khalik tak bisa dibeli |
Dia kan murka, tersinggung |
 Jika Dia mau dibeli !  |
Kecuali .... Jika mereka tak takut murkaNya|

Bukankah rupiah mereka dari Dia asalnya|
Karena mereka layak terima berkahnya |
Dalih mereka, itu amal |
Jelas beda, karena amal adalah syukur tanpa pamrih |
Jika pamrih masih diharap, itu transaksi |
Bukan amal, bukan derma |

Katakan pada mereka |
Perbanyaklah kerja yakinkan kita |
Perbanyak doa pada Sang Khalik, Pemilik Suara |
Jika Dia berkenan |
Dia kan tuntun kita |
Dikala pesta itu tiba,  kita kan datang di bilik mungil |
Gunakan suara titipanNya |
Sesuai mandat dan bisikanNya dalam hikmat yang turun dari sorga |
Tanpa suap, kita kan datang |
Nyatakan Suara Tuhan yang tak bisa dibeli|
Untuk figur pilihan Tuhan |
Karena Pesta kita adalah Pesta Sang Khalik|
Hak kita  adalah Hak Sang Khalik |

Mari berpesta hai populi dari setiap sudut semesta Nusantara |
Pesta Populi,  Pesta Tuhan |
Vox Populi,  Vox Dei |

Mari berpesta karena kita gembira tunaikan mandat ilahi |
Mari berpesta,  syukuri kemenangan kita yang tak menjual titipan Sang Khalik |
Mari berpesta atas Pemimpin Pilihan Tuhan |
Yang punya kuasa atas semesta |
Punya Kuasa atas kuasa yang kan direbut disaat pesta ||••||

************
_renung disudut semesta,  Manado-Jakarta_
8 Maret 2019
39 hari jelang Pemilu,  Pesta Demokrasi
#StopPolitikUang

Selasa, 23 Oktober 2018

Peraturan KPU dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan


Meidy Yafeth Tinangon, SSi., M.Si.
(Komisioner KPU Prov. Sulut 2018-2013 / 
Ketua Divisi Hukum Dan Pengawasan)


Perkembangan ketatanegaraan pasca beberapa kali amandemen UUD 1945 berimplikasi lahirnya lembaga-lembaga negara yang baru termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Lembaga negara independen / non struktural. Lahirnya Lembaga-lembaga negara juga diikuti dengan hadirnya perangkat regulasi sebagaimana perintah UUD atau Undang-undang. Diantara perangkat regulasi tersebut, untuk penyelenggaraan Pemilu kita sering mendengar Peraturan KPU (PKPU). Masih banyak pihak yang belum menyadari kedudukan dan peran PKPU padahal PKPU merupakan bagian hirarki Peraturan Perundang-undangan di negeri ini. Dimana sebenarnya posisi PKPU dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan di Republik ini?

Hirarki Peraturan Perundang-undangan
Terkait susunan atau hirarki peraturan perundang-undangan, awalnya menggunakan ketentuan Tap MPR No. III/MPR/2000, Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Namun dalam perkembangan Tap MPR tersebut sudah tidak berlaku lagi berdasarkan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang dalam ketentuan Pasal 4 angka 4 menyebutkan bahwa Tap MPR Nomor III/MPR/2000 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang.  Dengan pengertian lain bahwa TAP MPR Nomor III/MPR/2000 memiliki sifat berlaku sementara, dan masa berlakunya habis, ketika Pembuat Undang-undang mengundangkan Undang-undang terkait tata urutan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang yang mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang substansinya turut mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan telah terbentuk dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan demikian Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tidak berlaku lagi dan tidak bisa dijadikan rujukan.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai berikut:

1.     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.     Undang-Undang / Peraturan Pemerintah  Pengganti  Undang-Undang; 
4.     Peraturan Pemerintah;
5.     Peraturan Presiden;
6.     Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.     Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Lho, ternyata PKPU tidak tercatat dalam ketentuan tentang hiraki peraturan perundang-undangan di atas. Memang jika kita hanya membaca ketentuan Pasal 7 ayat 1 UU 12 Tahun 2011, kita tidak akan menemukan frasa “peraturan KPU” di dalamnya.

Peraturan KPU sebagai  bagian dari hirarki peraturan perundang-undangan akan nyata dalam substansi Pasal selanjutnya, yaitu Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU 12 Tahun 2011. Ketentuan ayat 1 menyebutkan bahwa: jenis  Peraturan  Perundang-undangan  selain  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)  mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis  Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,  Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,  Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,  lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala  Desa atau yang setingkat.

Selanjunya ketentuan ayat 2 menyebutkan bahwa Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, jelaslah bahwa PKPU dikategorikan sebagai peraturan yang ditetapkan oleh komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang. Lebih lanjut, PKPU jelas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dibentuk berdasarkan kewenangan yang diberikan Undang-undang kepada KPU.

PKPU merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang menjadi kewenangan KPU untuk menyusunnya dalam rangka melaksanakan Pemilu. PKPU merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum yang menyebutkan bahwa: “untuk menyelenggarakan Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, KPU membentuk Peraturan KPU dan Keputusan KPU. Peraturan KPU merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.”

Secara khusus Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang  Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota yang menjadi bahan perdebatan dalam SPPU DIAKUI KEBERADAANYA dan mempunyai KEKUATAN HUKUM MENGIKAT, karena diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (Jo. Pasal 8 ayat 2 UU No. 12 Tahun 2011; Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 249 ayat (3) dan Pasal 257 ayat (3) UU No 7 Tahun 2017). Selain itu, Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 telah diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 834. Sifat “mengikat”  tersebut berarti harus dipatuhi oleh setiap warga negara maupun institusi yang terkait dengan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 termasuk bakal calon anggota DPD, DPR dan DPRD dan seluruh Partai Politik Peserta Pemilu, Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) serta stakeholder dan masyarakat umum.

Kewenangan Judicial Review
Apabila dalam pelaksanaannya ada warga negara atau institusi beranggapan bahwa terdapat Pasal-pasal dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang bertentangan dengan Undang-undang, maka warga negara atau institusi yang merasa dirugikan dapat mengajukan uji materi (judicial review) PKPU ke Mahkamah Agung yang memiliki KOMPETENSI/ KEWENANGAN ABSOLUT untuk melakukan pengujian peraturan di bawah Undang-undang. Hanya Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dapat menetapkan bahwa Peraturan KPU bertentangan dengan Undang-undang dan tidak berkekuatan hukum mengikat. Demi keadilan dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam suatu negara hukum, maka sewajarnyalah setiap warga negara menjunjung tinggi setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku, sah dan berkekuatan hukum mengikat, termasuk PKPU.

Kompetensi / kewenangan absolut Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang didasari pada ketentuan:

  1. Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UndangUndang terhadap Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.”
  2. Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang: menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.”
  3. Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa: “Dalam  hal  suatu  Peraturan  Perundang-undangan  di  bawah  Undang-Undang  diduga  bertentangan  dengan Undang-Undang,     pengujiannya     dilakukan     oleh Mahkamah Agung.”


Lebih spesifik terkait pengujian PKPU terhadap Undang-Undang, Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa: “Dalam hal Peraturan KPU bertentangan dengan Undang-undang ini, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.”

Rumusan pasal ini menegaskan bahwa Peraturan KPU dan (Juga) Peraturan Bawaslu yang kedudukannya setara (sebagai pelaksanaan Undang-Undang) hanya dapat dibatalkan melalui proses pengujian di Mahkamah Agung, sesuai kewenangan absolut yang dimilikinya. Sidang adjudikasi Sengketa Proses pemilihan Umum (SPPU)  juga tidak memiliki kewenangan untuk menguji atau menyatakan  bahwa peraturan KPU bertentangan dengan undang-undang.

Konsekwensi Hukum PKPU
Sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang jelas kedudukannya dalam hirarki peraturan perundang-undangan, serta sifatnya yang diakui dan mengikat, maka PKPU memiliki konsekwensi-konsekwensi bagi setiap masyarakat atau institusi yang terkait dengan PKPU.

Pihak pertama yang wajib hukumnya serta memiliki tanggung jawab moral untuk melaksanakan PKPU adalah KPU dan jajarannya. Tidak ada alasan bagi KPU dan jajarannya untuk mangkir dari pelaksanaan peraturan yang dibuatnya. Pelanggaran terhadap PKPU yang masih berlaku merupakan pelanggaran kode etik berat bagi setiap penyelenggara Pemilu.

Partai Politik harus memenuhi ketentuan dalam PKPU dan stakeholder terkait Pemilu lainnya juga wajib mengikuti PKPU untuk urusan teknis pelaksanaan Pemilu karena PKPU mengikat secara internal dan eksternal. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga terikat dengan PKPU. Dalam proses pengawasannya, seyogyanya Bawaslu mengawasi apakah ketentuan-ketentuan dalam PKPU sebagai koridor hukum penyelenggaraan tahapan Pemilu dilaksanakan oleh KPU dan Peserta Pemilu atau tidak. Demikian halnya dalam proses adjudikasi Sengketa Proses Pemilihan Umum serta proses penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu, seyogyanyalah Bawaslu menggunakan PKPU sebagai acuan.

Pada prinsipnya, PKPU yang diakui kedudukannya,  sah dan bersifat mengikat tidak bisa diingkari oleh setiap warga negara apalagi oleh penyelenggara Pemilu. PKPU diadakan untuk menjadi acuan pelaksanaan teknis setiap tahapan sehingga tahapan Pemilu berlangsung sesuai asas tertib dan punya kepastian hukum. Dibutuhkan kesadaran hukum setiap warga negara untuk menaati peraturan perundang-undangan termasuk PKPU, jika kita ingin Pemilu berlangsung tertib sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat di negara demokrasi berdasarkan hukum…..

Salam demokrasi  !!!

*** Tulisan ini juga dimuat dalam: 

Senin, 23 Juli 2018

Cahya Ilahi

Menatap alam,
merenung akan
Tak ada yg pasti didepan sana
Hanya ada gambaran buram
Laut bergelombang
Awan hitam
Terik mentari

Namun selalu ada setitik cahaya
Hingga...
Ada asa yg menggumpal
Ada visi terlukis indah
Ada inspirasi tuk terobos kelam
Ada yakin membungkus nurani
Ada semangat merasuk raga
Ada  kiat membius otak

Karena
Cahya Ilahi
terobos pandang
Rasuki jiwa
Bisikan kata cinta Sang Khalik
bagi sobatNya

#pantaiBoroko060718 — at Pantai KUTA (kuala Utara) Boroko

Jumat, 30 Maret 2018

Darah, Dosa dan Pengampunan


Di Bukit Kalvari…
Darah itu mengalir dari tubuh Dia Tuhan yang menjadi manusia tak berdaya….
Di Bukit Golgota
Darah itu mengalir dari tubuh Sang Korban Penghapus Dosa…
Di Bukit Tengkorak…
Darah itu mengalir mengiring hembus nafas terakhir Sang Juruselamat…

Yah… Darah itu….
Tanda kasih Sang Khalik…
Pertanda pengorbanan…
Bukti tebus DOSA para pendosa !!!
Sebab tiada kasih tanpa pengorbanan
Tiada penebusan tanpa kasih dan pengorbanan…


Kini…Adakah mereka yang Kau tebus lunas berlaku kudus
N`tuk hargai darahMu Sang Penebus ???

Oh Penebus…. Kami mengaku….

Kini…. kami yang Kau tebus itu…
Sedang berdiri di bukit kesombongan dan keangkuhan
memeluk mesra ego, menepis empati tak berhati
Angkuh tanpa rasa, tanpa peduli, tanpa maaf…
Persetan dengan yang lain !!!
Aku adalah aku… mereka adalah mereka…

Tuhan… Kami mengaku…
Kini ….kami berdiri di Bukit  Kemewahan bertabur harta, Emas Permata
Nikmati senang dunia karena harta
Nikmati asyiknya bermain harta..
Korbankan sesama untuk harta ….
Gadaikan salib demi harta berbumbu cinta.…

Tuhan … Kami mengaku…
Kini … kami duduk di kursi empuk istana di bukit kekuasaan …
Nikmati empuk kursi raja yang kami rebut penuh kecurangan
Nikmati asyiknya berkuasa anggap hina rakyat jelata
Nikmati kekayaan karena jabatan …..
tak peduli halal atau haram..

Tuhan …. Kami mengaku….
Kini …. kami membangun keluarga di bukit kepalsuan cinta…
Bangun keluarga dalam sakralnya prosesi dan mewahnya pesta
Namun … lihatlah
Kini …. ego kalahan cinta memutus ikatan sakral itu….
Buah hati terlantar kehilangan kasih sayang
terbiar dan terbuai dan jatuh dipeluk narkoba dan nikmatnya godaan dunia
Ada berontak disana sini…. Ada durhaka disana sini…
Tiada doa dalam rumah, yang Kau harap jadi Gereja kecilMu
Tiada damai dalam keluarga, yang Kau harap jadi saksi KebangkitanMu

Tuhan…
Darah suciMu terbuang percuma…
meski kami berlagak kudus dalam jamuan kudus,
meneguk anggur hayati korban darahMu
Tubuhmu… kami siksa dengan tajamnya tombak dosa dan durhaka kami…
            Meski kami turut  mengunyah roti tak beragi simbol siksa tubuhMu
dalam sakralnya meja perjamuan…
SalibMu patah kami campakkan…
bahkan… hangus terbakar tersulut panasnya api dosa …
Kubur kosong itu hanya sekedar ornamen Paskah,
objek wisata tanpa makna, tanpa nilai seperti kosongnya hati kami….!!!

Tuhan…
Maukah Engkau datang lagi untuk kami salibkan biar bebas kami dari dosa ???
sambil  kami teriakan kata:
Salibkan Dia !! Salibkan Dia !!!

Ataukah …. kami yang harus salibkan diri… ???
Salibkan ego, keangkuhan, kesombongan diri…
Salibkan amarah, ketamakan, iri, dan dengki

Tuhan…sudikah Engkau ampuni dan baharui kami  ???
Hingga kami pulih dan layak di tahta kudusMu…
Hingga kami boleh berdiri tegar dalam dekap Roh-Mu di bukit Kasih Karunia …..
dan siap jadi saksi kebangkitan dan kemenanganMu…

Tuhan ampuni dan baharui kami ……


Meidy Tinangon
            Seper Watu, Rinegetan, 1 hari jelang Jumat Agung 2018
            Kamis, 29 Maret 2018

D O A

Bibir komat kamit 
Mata menutup rapat 
Kepala tunduk tak berdaya 
Rasa dan pikir melayang ke arah sorga sana 
Singgasana Sang Khalik 

Sadar .... 
Raga dan jiwa ini ada Yang Punya 
Ada Dia yang sanggup bri hidup pun mengambilnya kembali 
Yang sanggup 'bri roti puaskan lapar pun air penyembuh haus... 

Sadar …. 
Ada Sang Khalik Pengatur Hidup... 
Yang siap dengar keluh kesah 

Tak perlu rayuan 
Tak perlu paksaan, apalagi rupiah... 

Hanya nurani tulus memohon 
Dalam renung khusuk 
Meski, tanpa nada tanpa suara 
Hanya hati yang bisikan kata 
Penuh pinta dan harap... 

Ucapkan 'amin' tanda yakin 
Untuk sebuah DOA.. 

Tondano, 26 Maret 2018





Sabtu, 23 Desember 2017

Kau

Kau...
Cintaku...
Terimakasih....
untuk tulus hatimu...
Untuk hadirmu,  lengkapi lemah diriku
Untuk nada cinta,  peneduh hati yang kerap galau..
Untuk doamu yang slalu mengawalku...
Untuk sabarmu dengar keluh dan amarah...
Untuk senyum penghilang lelah...

Kau...
Maafkan aku....
Untuk waktu bersama yang hilang...
Untuk kata yang merobek hati...
Untuk janji yang belum terlunasi...
Untuk kerja yang merampas ruang dan waktu kita..

Kau...
Selalu di doaku
Selalu dihatiku

@SoetaAirport23122017









Jumat, 22 Desember 2017

Sajak untuk Mama

"Apa Kabar Kau yang Disana"

(Sajak untuk Mama) 


Mama...
Apa kabar Kau di negeri sana?
Ingin ku bersua denganmu
Mengulang memori yang tak lekang oleh waktu
Memori dimasa kecil
Saat kau curahkan kasih nan tulus
Saat kau peluk daku penuh kehangatan
Saat kau iklaskan juangmu hanya untuk anak-anakmu
Saat kau lupakan lelah ragamu untuk buah hatimu

Apa kabar kau yang disana??
Rindu diri disampingmu
Hanya tuk cicipi lezat masakanmu
Hanya tuk ucapkan terimakasih yang tak sempat terungkap
Hanya tuk tunjukan buah juangmu
Hanya tuk memberimu hadiah yang tak mampu balas kasihmu
Hanya tuk meminta nasehatmu
Hanya tuk blajar sabarmu
Hanya tuk tahu rahasia kerja kerasmu
Hanya tuk blajar gaya hidup apa adanya
Hanya tuk blajar bersyukur dalam susah dan senang
Hanya tuk merengek meminta smangat juangmu

Apa kabar kau yang disana ???
Duhai kau pahlawanku
Kuharap di doamu namaku tetap kau sebut
Kuharap kau slalu tiupkan angin bawa titipan semangatmu
Kuharap di jauh sana kau kan tersenyum
Hingga suatu saat nanti kita kan bertemu di jauh sana,  dalam damai di pelukmu
Yah di jauh sana,  disuatu tempat entah dimana,  yang disiapkan Sang Khalik...

Terimakasih mama....  Suatu saat rinduku kan terjawab,  bersama kau di jauh sana...  Di negeri mulia penuh kedamaian....

#SelamatHariIbu

Rabu, 17 Agustus 2016

Asa Untukmu Merah Putih




Merah putih, kau yang lahir oleh tetesan darah pahlawan, Janganlah jadi pembawa mati, tumpahkan darah anak negri.... 
Merah putih, kau yang dirajut pendiri negeri berbeda bangsa, yang berikrar satu INDONESIA. Tetaplah jadi tempat merajut indah benang hidup tanpa memandang ragam....
Merah putih, kau yang kuhormati dibawah terik matahari pun siraman air hujan.
Tetaplah jadi yang kuhormati, karena kau jadi satu mentari yang tetap adil, pancar cahaya untuk si miskin, juga si kaya.
Tetaplah jadi yang kami banggakan karna kau sirami kami
basah dengan air kehidupan.
Merah putih, kau yang berkibar indah perkasa di angkasa penuh kuasa.
Tetaplah jadi sang penguasa gagah perkasa di istana, sambil memandang kami yang tak kuasa menahan rasa, menebar asa ntuk perkasa dalam naungan Indonesia,
yang penuh daulat demi rakyat,  yang memberimu kuasa....
Tetaplah berkibar merah putihku, dan kobarkan semangat kami
dengan kibarmu yang membawa kabar damai sejahtera...

                   ~dirgahayu Indonesiaku~

                         Negeri Brawijaya Malang, 17 Agustus 2016

Selasa, 15 September 2015

Kampanye Pilkada: 101 Hari Meraih Simpati dalam Bingkai Regulasi


Oleh:
Meidy Yafeth Tinangon
(Ketua Komisi Pemilihan Umum  Kabupaten Minahasa)

Terhitung sejak 27 Agustus 2015 atau 3 hari setelah penetapan  pasangan calon (24 Agustus 2015), tahapan  kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahap pertama  di negeri ini resmi dimulai. Termasuk dalam arak-arakan ini adalah kampanye Pilgub Sulut dan Pilbup/Pilwako di 7 daerah Kabupaten/Kota  di Sulut. Masa menjual visi, misi dan program untuk menarik simpati rakyat pemilih ini, akan bergulir hingga 5 Desember 2015. Jika dihitung sesuai hari kalender maka kontestan Pilkada punya waktu 101 hari untuk berjuang meraih simpati rakyat yang memiliki hak pilih. Sebuah rentang waktu yang cukup panjang.
Jika dibandingkan dengan kampanye Pilkada-pilkada sebelumnya yang diatur dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya, Undang-undang Nomor 12 tahun 2008, masa kampanye hanya diberikan rentang waktu 14 hari atau 2 minggu.
Waktu yang panjang untuk berkampanye dalam  kurun  waktu sekitar 3 bulan lebih ini sebenarnya untuk mengakomodir hasrat calon yang ingin langsung tancap gas  berkampanye segera setelah penetapan calon, dan juga so pasti untuk memberi ruang yang luas bagi kandidat dalam menyampaikan visi-misi dan program apabila terpilih.