Sabtu, 30 Juli 2011

Reorientasi Peran GMKI Menuju Equlibrium Point


facebook.com
“Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen khususnya.
GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia.
GMKI jadilah suatu pusat, tempat latihan, dari mereka yang bersedia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia.
GMKI bukan merupakan suatu gessellschaft, tetapi ia adalah suatu gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai suatu bagian daripada iman dan roh, ia berdiri ditengah-tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional, dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan InjilNya, yaitu Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan”
(Dr. J. Leimena, Founding Father GMKI
dalam Pidato Pembentukan GMKI, 9 Februari 1950)

Peran Politik Gereja di Era Multi Partai


I.                    GEREJA,  POLITIK DAN PARTAI POLITIK
Mengapa dan bagaimana sikap politik gereja dalam konteks politik saat ini yaitu di era multi partai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita menyamakan persepsi tentang gereja, politik dan partai politik.
  • ·           Gereja (dan warga gereja)
Umumnya kita mendefinisikan gereja sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Dalam Alkitab gambaran yang tentang Gereja dapat dilihat misalnya dalam I Petrus 2 :9 : “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, immamat yang rajani, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu membritakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” .
Jadi gereja  adalah persekutuan umat yang percaya kepadaNya yang telah dipanggil untuk keluar dari gelap menuju terang. Hal mana juga merupakan peringatan bahwa  dunia yang kita diami  adalah dunia yang gelap.
Dalam praktek, Istilah gereja sering diartikan sebagai institusi atau dalam pengertian umat/warga gereja. Untuknya dalam uraian singkat ini, akan digunakan istilah “gereja” yang menunjuk pada instirusi dan “warga gereja” yang menunjuk pada umat.

Paradigma Lingkungan dan Kondisi Lingkungan Hidup Kita

Ada sebuah kisah tentang Kapal Titanic. Kapal yang besar dan megah di masanya. Kapal yang dianggap paling besar, paling kuat, paling megah, paling hebat ! Tak seorangpun meragukan kemampuan dari kapal tersebut. Tak ada yang berpikiran bahwa kapal yang hebat tersebut suatu saat akan tenggelam. Tak ada yang memusingkan diri dengan hal tersebut.   Dalam perjalanan tersebut, orang – orang sibuk dengan kesenangan bahkan pesta. Namun apa yang terjadi ? Suatu saat kapal mengalami masalah akibat bongkahan es di laut, kapal sudah mulai tenggelam perlahan namun orang masih sibuk dengan urusan kesenangan masing-masing. Hingga akhirnya kapal pun tenggelam dengan korban jiwa yang besar.
Dalam hubungan dengan topik bahasan kita, pandangan orang-orang terhadap kapal Titanic ini sama dengan cara pandang kita terhadap bumi atau lingkungan hidup kita.
Manusia telah sekian lama menganggap bumi ini sedemikian tangguh dengan segala proses alamnya. Kita merasa bumi ini demikian besar dan begitu jauh dari kesan kerapuhan. Kita merasa bumi sangat mampu menampung sejumlah besar manusia dan kita menganggap bumi kita demikian hebatnya, dan karenanya tak akan mungkin “tenggelam” seperti keyakinan para petinggi dan orang-orang pintar dalam kisah kapal Titanic di atas.

Senin, 27 Juni 2011

Bergaul dengan Konflik

Belajar Memahami Konflik & Cara Mengelolahnya
By:
Meidy Y. Tinangon
·     Introduksi
KONFLIK, sering dianggap sebagai suatu hal yang harus dihindari. Padahal, dalam kenyataannya konflik justru merupakan suatu fakta yang tak bisa terhindarkan. Dalam komunitas gereja, konflik justru sering dianggap haram, pekerjaan setan dan karena itu harus dihindari bahkan dimusuhi. Padahal, sekali lagi jika kita berkenalan dengan bentuk-bentuk dan tingkatan dari konflik, kita akan mendapati bahwa konflik adalah suatu fakta manusiawi, fakta interaksi sosial dan dengan demikian merupakan fakta pelayanan.
Sebagai fakta bermanusia, bersosial dan bergereja, konflik memang sering tak terhindarkan dan tak bisa dihindari. Sekalipun demikian, bukan berarti konflik kemudian akan kita biarkan. Konflik ibarat pedang bermata dua, di satu sisi dampaknya bisa positif dan di sisi lain bisa negatif. Tergantung bagaimana kita mengelolahnya, mengendalikannya, menyelesaikannya. Dengan demikian, untuk bisa mengelolahnya, kita perlu ‘bergaul’ dengan konflik, mengenalnya, memahaminya, menyikapinya, mengelolahnya hingga akhirnya kita (pribadi, organisasi, gereja) menikmati hasil pergaulan dengan konflik yang –sekali lagi- bisa positif atau negatif.........



·      Apa itu Konflik
Kata Konflik berasal dari kata confligere, conflictum, yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidak serasi- an, pertentangan, perkelahian, operasi dan interaksi yang antagonis (Kartini Kartono 1991 dalam Anonim 2002).

Selasa, 21 Juni 2011

Menggagas Gerakan Kebudayaan, Menghalau Imperialisme !

Meidy Y. Tinangon
Ketua Dewan Penggerak
GERAKAN MINAHASA MUDA (GMM)

                                                                                                                                                                    I.            Introduksi
Imperialisme ???
Imperialisme atau penjajahan dalam kesadaran banyak orang Minahasa, dianggap merupakan suatu kondisi masa lalu yang sudah dilewati. Bukankah sejak 17 Agustus 1945, negara kita Indonesia telah merdeka ?
Ternyata imperialisme dalam bentuk penjajahan dan penguasaan bangsa penjajah yang telah dilalui oleh bangsa Indonesia (bersama bangsa-bangsa yang berhimpun dan berkomitmen di dalamnya, termasuk bangsa Minahasa) hanyalah bagian kecil dari bentuk imperialisme.
Dalam situasi kekinian global, imperialisme tidak hanya berwujud perang untuk saling menguasai atau merebut teritori tertentu, namun imperialisme ternyata hadir dalam berbagai wujud dan penyamaran. Menariknya, imperialisme tersebut meng-ada dalam situasi sosial yang lagi asyik meneguk madu modernitas, kesenangan dan euforia terhadap produk teknologi dan tayangan media. Bangsa Minahasa atau Tou (orang) Minahasa pun dalam keasyikannya menikmati kemajuan peradaban tersebut, tanpa sadar telah terkungkung dalam penjajahan zaman yang hadir dalam berbagai wujud.
Bangsa Minahasa, tanpa sadar sedang dijajah........
‘teritori identitasnya’ kabur akibat instalasi budaya asing, atau bahkan dapat disebut kehilangan identitas !!!
Mampukah ‘torang’ keluar dari cengkeraman jajahan budaya ???

MEMBANGUN GERAKAN KAUM MUDA MINAHASA


By. Meidy Tinangon (Ketua Gerakan Minahasa Muda / GMM)

Minahasa atau Tou Minahasa tetaplah menjadi sebuah topik pembicaraan yang sexy, karenanya orang tertarik untuk membicarakannya. Namun, sebenarnya kita dituntut untuk tidak hanya membicarakannya, melainkan kita harus melakukan sesuatu untuknya. Kita tak boleh hanya diam, tetapi kita harus bergerak !

A.       Minahasa & Kaum Mudanya:”Apa dan Ada Apa?”
Dalam pokok bahasan kita maka Minahasa merupakan sebuah lokus yang menjadi target dari apa yang akan kita rumuskan nanti sebagai gerakan. Jadi Minahasa adalah tempat bergerak. Namun lebih daripada itu Minahasa dalam pengertian orang dan  lingkungannya (environment) sebagai suatu faktor yang dinamis tentunya menjadi objek yang harus ditransformasi. Lebih jauh lagi,  gerakan terhadap tanah dan tou Minahasa pun harus mempertimbangkan lingkungan eksternalnya....
Dalam konteks ini, perlulah kiranya kita mengenal lokus, habitat dan environmentnya. Hal ini penting sebelum kita memutuskan perlu tidaknya sebuah gerakan. Kita perlu mengajukan pertanyaan: “apa dan ada apa dengan Minahasa kini ?”.  Apa yang kita gumuli bersama tentang Minahasa ???
Kaum muda Minahasa adalah kita.... kita yang adalah bagian dari Minahasa. Apa yang kaum muda Minahasa lakukan terhadap problematika kekinian Minahasa ?  Menjadi penonton ? Menjadi komentator ?  Sebagai problem solver ? atau trouble maker ? Apakah diam atau bergerak ? 

B.       Gerakan: Apa, Mengapa, Untuk Apa ?”

Kata “Gerakan” atau movement, sudah sering kita dengar. Untuk lebih membantu kita dalam pemahaman tentang pokok bahasan kita, maka ada baiknya kita membangun persepsi bersama tentang definisi dari “gerakan / movement”.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberikan definisi gerakan sebagai :
1.        Perbuatan atau keadaan bergerak (air, laut, mesin)
2.        Pergerakan, usaha, atau kegiatan di lapangan sosial (politik dsb) contoh : gerakan kaum buruh
Kalau demikian maka yang kita maksudkan sebagai “gerakan” disini adalah perbuatan, pergerakan, usaha atau kegiatan dari sesorang atau kelompok (kaum muda Minahasa).
`Berdasarkan bidang aktivitasnya, sebuah gerakan dapat dibagi atas:
-         Gerakan Sosial (Social movements)
-         Gerakan Kultural/Kebudayaan (Cultural movements)
-         Gerakan Politik (Political movements)
-         Gerakan Ekonomi (Economic movements)
-         Gerakan Lingkungan (Ecological movements)
Meskipun dalam prakteknya, seringkali sulit untuk membedakan berbagai aktivitas berdasarkan pembagian di atas. Karena, misalnya gerakan di bidang politik atau ekonomi adalah juga gerakan sosial atau gerakan budaya.
Gerakan sosial adalah:
1.     Tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola atau lembaga masyarakat yang ada (KBBI, edisi 4, 2008)
2.     Aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbetuk organisasi, berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial. (http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_sosial) Lebih lanjut diuraikan mengeni jenis-jenis gerakan sosial sebagai berikut:
·       Lingkup
o   Gerakan reformasi - gerakan yang didedikasikan untuk mengubah beberapa norma, biasanya hukum. Contoh gerakan semacam ini akan mencakup seperti, serikat buruh dengan tujuan untuk meningkatkan hak-hak pekerja, gerakan hijau yang menganjurkan serangkaian hukum ekologi, atau sebuah gerakan pengenalan baik yang mendukung atau yang menolak adanya, hukuman mati atau hak untuk dapat melakukan aborsi. Dalam beberapa gerakan reformasi memungkinkan adanya penganjuran perubahan tehadap norma-norma moral misalkan, mengutuk pornografi atau proliferasi dari beberapa agama. Sifat gerakan semacam itu tidak hanya terkait dengan masalah tetapi juga dengan metode yang dipergunakan, dari kemungkinan ada penggunaan metode yang sikap reformis non-radikal yang akan digunakan untuk pencapaian akhir tujuan, seperti dalam kasus aborsi agar dapat tercipta adanya pembuatan hukum perundangan-undangan.
o   Gerakan radikal - gerakan yang didedikasikan untuk adanya perubahan segera terhadap sistem nilai dengan melakukan perubahan-perubahan secara substansi dan mendasar, tidak seperti gerakan reformasi, Contohnya termasuk Gerakan Hak Sipil Amerika yang penuh menuntut hak-hak sipil dan persamaan di bawah hukum untuk semua orang Amerika (gerakan ini luas dan mencakup hampir seluruh unsur-unsur radikal dan reformis), terlepas dari ras, yang di Polandia dikenal dengan nama Solidaritas /(Solidarność) gerakan yang menuntut transformasi dari sebuah tata nilai politik Stalinisme menuju kepada tata nilai sistim poltik sistem ekonomi atau ke dalam tata nilai sistim poltik demokrasi atau di Afrika Selatan disebut gerakan penhuni gubuk Abahlali baseMjondolo yang menuntut dimasukkannya para penghuni gubuk secara penuh ke dalam penghunian kehidupan kota.
·       Jenis perubahan
o   Gerakan Inovasi - gerakan yang ingin mengaktifkan norma-norma tertentu, nilai-nilai, dan lain-lain gerakan advokasi yang tak umum kesengajaan untuk efek dan menjamin keamanan teknologi yang tak umum adalah contoh dari gerakan inovasi.
o   Gerakan Konservatif - gerakan yang ingin menjaga norma-norma yang ada, nilai, dan sebagainya Sebagai contoh, anti-abad ke-19, gerakan modern menentang penyebaran makanan transgenik dapat dilihat sebagai gerakan konservatif dalam bahwa mereka bertujuan untuk melawan perubahan teknologi secara spesifik, namun mereka dengan cara yang progresif gerakan yang hanya bersikap anti-perubahan (misalnya menjadi anti-imigrasi) sedang untuk hasil tujuan kepentingan tidak pernah didapat hanya merupakan bersifat bertahan.
·       Target
o   Gerakan fokus berkelompok - bertujuan mempengaruhi atau terfokus pada kelompok atau masyarakat pada umumnya, misalnya, menganjurkan perubahan sistem politik. Beberapa kelompok ini akan berubah atau menjadi atau akan bergabung dengan partai politik, tetapi banyak tetap berada di luar sistem partai politik partai.
o   Gerakan fokus Individu - fokus pada yang mempengaruhi secara personal atau individu. Sebagian besar dari gerakan-gerakan keagamaan akan termasuk dalam kategori ini.
·       Metode kerja
o   Gerakan damai yang memperlihatkan untuk berdiri kontras dengan gerakan 'kekerasan'. gerakan Hak-Hak Sipil Amerika, gerakan Solidaritas Polandia yang tanpa penggunaan kekerasan, selalu berorientasi sipil dan sayap gerakan kemerdekaan India boleh dimasukan ke dalam kategori ini.
o   Gerakan kekerasan umumnya merupakan gerakan bersenjata misalkan berbagai Tentara Pembebasan Nasional seperti, Tentara Pembebasan Nasional Zapatista dan gerakan pemberontakan bersenjata lainnya.
·       Lama dan baru
o   Gerakan lama - gerakan untuk perubahan yang telah ada sejak awal masyarakat, sebagian besar merupakan gerakan-gerakan abad ke-19 berjuang untuk kelompok-kelompok sosial tertentu, seperti kelas pekerja, petani, orang kulit putih, kaum bangsawan, keagamaan, laki-laki. Mereka biasanya berpusat di sekitar beberapa tujuan materialistik seperti meningkatkan standar hidup atau, misalnya, otonomi politik kelas pekerja.
o   Gerakan baru - gerakan yang menjadi dominan mulai dari paruh kedua abad ke-20 - seperti gerakan feminis, gerakan pro-choice, gerakan hak-hak sipil, gerakan lingkungan, gerakan perangkat lunak bebas, gerakan hak-hak gay, gerakan perdamaian, gerakan anti-nuklir, gerakan alter-globalisasi dan lain lain, Kadang-kadang gerakan ini dikenal sebagai gerakan sosial baru. Mereka biasanya berpusat di sekitar isu-isu yang sama yang tidak terpisahkan dari masalah sosial.
·       Jangkauan
o   Gerakan secara internasional - gerakan sosial yang mempunyai tujuan serta sasaran secara global. Gerakan-gerakan seperti yang pertama kali dilakukan aliran Marx kemudian seperti Forum Sosial Dunia, Gerakan atiglobalisasi dan gerakan anarkis berusaha untuk mengubah masyarakat secara global.
o   Gerakan lokal - sebagian besar dari gerakan sosial memiliki lingkup lokal.gerakan yang didasarkan pada tujuan lokal atau regional, seperti melindungi daerah alam tertentu, melobi untuk penurunan tarif tol di jalan tol tertentu, atau mempertahankan bangunan yang akan dihancurkan untuk gentrifikasi agar dapat mengubahnya menjadi pusat-pusat sosial.
o   Gerakan semua tingkatan - gerakan sosial yang berkaitan dengan kompleksitas pemerintahan di abad ke-21 dan bertujuan untuk memiliki pengaruh di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional.
Gerakan politik adalah gerakan sosial kemasyarakatan di bidang politik. Gerakan politik dapat bekisar disekitar satu masalah atau dari rerangkaian isu permasalahan atau sekitar timbunan keprihatinan bersama dari sekelompok sosial. Berbeda dengan partai politik, gerakan politik tidak terorganisir dan memiliki keanggotaan, bukan pula gerakan pada saat pemilu atas jabatan politik pada kantor-kantor pemerintah akan tetapi lebih merupakan gerakan politik yang berdasarkan kesamaan dalam kesatuan pandangan politik untuk tujuan tertentu antara lain untuk meyakinkan atau menyadarkan publik atau masyarakat termasuk pula para pejabat pemerintahan untuk mengambil tindakan pada persoalan dan masalah yang merupakan fokus penyebab dari gerakan tersebut (http://www.thefreedictionary.com)
Cultural movement“a group of people working together to advance certain cultural goals” (http://www.thefreedictionary.com)

Berdasarkan subjek atau kesamaan status / predikat dari orang atau kelompok yang melakukan gerakan maka sebuah gerakan dapat dibagi atas: gerakan mahasiswa, gerakan kaum buruh, gerakan seniman, gerakan kaum muda, dll.

C.       Gerakan Kaum Muda Minahasa: “Seperti apa?”
Berikut ini beberapa tawaran untuk membangun sebuah model gerakan bagi kaum muda minahasa.
a.        Gerakan Kultural-Intelektual
Gerakan kultural yang dimaksud disini bukan hanya mencakup gerakan budaya dalam pengertian karya seni dan sastra, tetapi lebih luas dari itu merupakan gerakan yang menelusuri akar budaya Tou Minahasa untuk menemukan jatidiri atau identitas keminahasaan dan melakukan kajian intelektual untuk membangun keunggulan dan daya survive atau ketahanan kultural dari identitas tersebut. Gerakan kultural juga termasuk upaya menumbuhkan spiritualitas Tou Minahasa. Spiritualitas yang dimaksud adalah spiritualitas kemanusiaan, yaitu rasa dan sikap yang menghargai eksistensi sesama manusia.
b.        Gerakan Sosial Control
Kontrol sosial berfungsi terutama dalam melakukan analisa terhadap kebijakan publik yang membawa dampak sosial dan melakukan tindak lanjut dari hasil analisis tersebut. Memperjuangkan kebijakan yang mendukung usaha menuju kemerdekaan substansial dan melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang bertentangan dengan visi bersama tersebut. Perlawanan dimaksud dapat berupa kontra paper atau artikel yang menjadi saran perlawanan terhadap opini bentukan penguasa yang tidak adil, ataupun juga gerakan aksi demonstrasi.
c.        Gerakan Ekonomi dan Community Development
Basis ekonomi kaum muda perlu diperkuat dengan adanya gerakan ekonomi yang lahir dari bawah, misalnya dengan membentuk kelompok-kelompok mapalus pemuda yang melakukan usaha ekonomi kreatif berdasarkan keunggulan lokalnya.
d.        Gerakan Kaderisasi
Gerakan kaderiasai penting untuk membentuk kader-kader yang disiapkan menjadi pemimpin yang tercerahkan dengan modal identitas dan idelisme Minahasa yang mapan. Hal ini sangat dibutuhkan untuk kemudian, di suatu hari nanti Minahasa memiliki pemimpin yang akan mendrive segala kebijakan menjadi pro rakyat bukan hanya menguntungkan pribadi sendiri.
e.        Gerakan Berjejaring
Yang terakhir, diharapkan segala bentuk gerakan tadi akan menjadi gerakan yang massif yang dominan. Sehingga diperlukan usaha membangun jejaring antara sesama komponen gerakan kaum muda Minahasa. Jejaring akan menjadi penting untuk merajut kepelbagaian bentuk gerakan yang akan secara bersamaan menggiring perubahan menuju kemerdekaan substansial bagi Tou Minahasa.
Gerakan kaum muda Minahasa dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk sesuai kondisi dan kebutuhannya. Dalam konteks kebudayaan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, maka yang menjadi pertanyaan : Bagaimana model gerakan kebudayaan bagi Minahasa  ?

Senin, 04 April 2011

Menulis Kreatif: Tips Menulis Puisi

|eastgreenwichnews.com|
Kita banyak mengalami pengalaman hidup yang sangat berkesan dalam perjalanan hidup ini. Sayang jika pengalaman itu berlalu tanpa meninggalkan bekas. Apalagi kalau pengalaman itu bisa bermanfaat bagi orang lain atau berpotensi merubah cara pikir orang lain. 
Untuk bisa bermanfaat bagi dokumentasi pribadi atau untuk kepentingan orang lain, maka pengalaman atau pandangan kita tentang pengalaman hidup, apa yang kita saksikan dan alami, dapat kita tuangkan dalam bentuk tulisan kreatif. Salah satu bentuknya adalah puisi.

Seorang penulis puisi atau penyair tidak akan meremehkan pengalaman-pengalamannya. Segala sesuatu yang dilihat dan dialaminya selalu tidak luput dari perhatiannya. Dia menjadikan semua itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi orang lain.

Banyak orang berpikir bahwa menulis puisi itu rumit. Padahal jika kita telah mencobanya, kerumitan yang terbayangkan itu akan menjadi keindahan yang nyata. Untuk membantu anda menulis, perlu diketahui unsur - unsur apakah yang membentuk sebuah puisi ?

Secara umum orang mengatakan bahwa sebuah puisi dibangun oleh dua unsur penting, yakni bentuk dan isi. Waluyo (1987) berpendapat bahwa struktur fisik puisi terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Adapun unsur-unsur fisik yang termasuk dalam struktur fisik puisi menurut Waluyo adalah: diksi, pengimajian, kata konkret , majas, versifikasi dan fipografi. Selain itu masih ada unsur yang lain yaitu sarana retorika.

Berikut diuraikan unsur-unsur tersebut:

1. Diksi
Diksi atau pilihan kata mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra. Untuk menggunakan diksi dengan baik, penulis harus memahami masalah kata dan maknanya, tahu mengaktifkan kosa kata, memilih kata yang tepat dan sesuai dengan situasi dan mengenal corak gaya bahasa sesuai tujuan penulisan.

2. Pengimajian 
Imaji (image) digunakan untuk memberi gambaran yang jelas dan membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran untuk menarik perhatian pembaca. Pengimajian merupakan sarana utama mencapai kepuitisan.

3. Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang diungkapkan penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca.

4. Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif membuat puisi memancarkan banyak makna atau kaya makna. Jenis bahasa figuratif misalnya adalah simile, metafora dan personifikasi.

5. Versifikasi
Versifikasi meliputi ritma (irama), rima (rhytme, pengulangan bunyi di dalam baris puisi) dan metrum (irama yang tetap).

6. Tipografi
Merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam  membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama.

7. Sarana Retorika
Merupakan pola atau gaya yang merupakan keistimewaan, kekhasan seorang pengarang. Sarana retorika disebut juga sebagai muslihat pikiran yang berupa bahasa yang tersusun untuk mengajak pembaca berpikir.

Demikian unsur-unsur pembentuk puisi semoga bermanfaat bagi calon penyair. (***)

Selasa, 22 Februari 2011

PENDIDIKAN DI MINAHASA: "Mange wisa ko ?"

Disimpang Jalan,
PENDIDIKAN di Tanah Minahasa
(editorial Waleta Minahasa edisi  No. 2 thn. I Juni 2010)

“Mange wisa ko ?” atau dalam Bahasa Indonesia berarti: “Mau kemana engkau” mungkin adalah bahasa yang tepat untuk mempertanyakan ke mana arah pendidikan di Tanah Minahasa dalam kekinian dan keakanannya. Pertanyaan yang menyiratkan suatu kebingungan dan ketidakpastian ketika menyoal fakta dari suatu objek bernama pendidikan yang semestinya harus memiliki arah dan tujuan yang jelas. Namun ternyata berada di simpang jalan......

Yah, bicara pendidikan kita pasti memahami bahwa bidang yang satu ini punya goal yang pasti. Dalam bahasa awam, tujuan pendidikan sederhananya adalah untuk membuat manusia yang mengenyam pendidikan menjadi manusia yang cerdas, yang otaknya mengunyah aneka pengetahuan atau dalam bahasa kerennya, menjadi Tou Ngaasan. Hal mana dibahasakan oleh konstitusi kita, UUD 1945, sebagai mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kalau tujuannya sudah jelas, mengapa mange wisa ko masih menjadi kalimat pertanyaan pilihan bagi kita ketika menyoal pendidikan di negeri tercinta Minahasa ? Apakah arah perjalanan pendidikan di negeri yang sempat mencetak tenaga pendidik bagi Tou di negeri lain ini sedang mengalami disorientasi ? Apakah lika-liku perjalanannya telah tercerabut dari rel yang benar ? Apa yang salah dengan pendidikan di negeri kelahiran doktor matematika pertama Indonesia ini ?
Bacerita tentang pendidikan memang cukup rumit ternyata. Sekolah, perguruan tinggi, guru, murid, dosen, mahasiswa, kurikulum, barulah sebagian kecil dari perkakas-perkakas yang mengkonstruksi bangunan pendidikan kita.
Tetapi pada akhirnya dalam kerumitan-kerumitan sistem tersebut, kita, dalam menilai berhasil-tidaknya pendidikan, paling gampang dengan melihat buah dari pendidikan tersebut. Apakah buahnya baik atau tidak. Apakah bisa mengenyangkan atau tidak. Selanjutnya, apakah bisa bereproduksi dengan pola dan hasil yang baik.
Sederhananya, buah pendidikan itu akan baik jika mampu membawa kesejahteraan. Yang dimaksud dengan buah disini adalah output dari pendidikan itu sendiri.
Lalu, bagaimana buah dari perjalanan proses pendidikan di Tanah Minahasa ini ?
Fakta kekinian berbicara bahwa Tou Minahasa sebagai “buah” atau output dari pendidikan masih banyak yang terbelunggu dalam pengangguran dan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik Sulut Desember 2009, jumlah pengangguran untuk keadaan Agustus 2009 sebanyak 110.957,  suatu angka yang bukan sedikit.  Angka yang berpotensi bertambah seiring dengan laju penamatan lulusan SMA, SMK dan Perguruan Tinggi.
Sampai disini, apa yang salah dengan pendidikan kita ?
Rupanya pendidikan kita di zaman sekarang belum mampu menyiapkan tenaga yang bukan hanya siap dipakai tapi siap memakai ilmunya. Pendidikan kita belum mampu menghasilkan lulusan yang mampu mencipta, berinovasi dan mandiri.  Pendidikan kita belum mampu membebaskan !!!
Inilah sebenarnya jawaban substansial dari pertanyaan mange wisa ko di atas. Pendidikan di Tanah Minahasa harus mampu menghasilkan manusia yang bukan cuma ngaasan dalam pengertian berilmu, tetapi mampu menggunakan ilmu untuk menghidupi dirinya dan sesama (Tumou Tou). Pendidikan Minahasa harus mengarah pada pendidikan yang membebaskan karena manusia yang memiliki kebebasanlah yang kelak akan menjadi manusia yang kreatif dan inovatif. Dan manusia yang kreatif dan inovatif-lah yang kelak menjadi manusia mandiri. Tidak tergantung pada peluang-peluang menjadi PNS atau orang upahan.
Kita harus banyak belajar dari dinamika historis pendidikan di negeri Minahasa ini. Banyak orang menganggap bahwa peran lembaga zending dan pemerintahan kolonial sangat  besar bagi perkembangan pendidikan modern dan introduksi sistem sekolah dan sumekolah sebagai wujud akulturasi budaya pendidikan.
Sekalipun demikian, dalam konteks pertanyaan mengenai arah kekinian pendidikan Minahasa kita harus banyak belajar pada sebuah model pendidikan asli Minahasa: Papendangan !!! 
Papendangan adalah sebuah model pendidikan yang komprehensif. Para pelajar (pahayoan) bukan cuma belajar aspek kognisi (pemahaman teoritis ilmu pengetahuan) semata tetapi mereka mendapatkan pemahaman dari aspek Afektif (sikap) lewat pelajaran kenaramen (adat istiadat dan kepercayaan), juga aspek keterampilan (psikomotorik) berupa keterampilan bertani dan berburu bahkan berperang yang merupakan keterampilan yang paling dibutuhkan dalam konteks zaman mereka.
Pendidikan zaman kolonial justru menurut Nico S. Kalangie (1977; Orang Minahasa: beberapa aspek kemasyarakatan dan kebudayaan dalam Majalah Peninjau Tahun IV Nomor:1) menimbulkan suatu paradoks dimana pendidikan sekolah yang sudah mantap sejak lama itu, tidak membawa manfaat untuk kemajuan masyarakat Minahasa, tetapi justru sebaliknya. Hal mana disebabkan karena tujuan pokok dari sistem pendidikan kolonial adalah untuk pegawai kantor pangkat rendahan (klerk) yang dipelajari untuk taat kepada perintah atasan, tetapi tidak usah mempunyai rasa tanggung jawab yang luas. Dengan sendirinya berkembang mentaliteit-pegawai dalam masyarakat orang Minahasa diikuti dengan sikap memandang rendah pekerjaan dengan tangan atau berdagang.
Benar, bahwa sistem pendidikan sekolahan sebagai bentuk pendidikan modern diperkenalkan oleh pemerintah kolonial tersebut, tapi disini kita menemukan jawaban mengapa orang tua dari generasi-generasi tou Minahasa memaksa anaknya untuk sekolah kemudian berorientasi menjadi pegawai upahan pemerintah (PNS) bukannya menjadi Tou yang cerdas kreatif menciptakan lapangan penghidupan dan pencerahan peradaban sebagaimana visi pendidikan lembaga Papendangan.
Sejarah pun berbicara bahwa, derap langkah pendidikan Tou Minahasa terperangkap dalam arus kuat sentralisasi dan homogenaisasi pendidikan oleh hegemoni pemerintah pusat di zaman rezim Soeharto. Tak ada tempat untuk nilai-nilai lokalitas. Tak ada tempat untuk daya kritis dan inovasi.
Pertanyaannya apakah Papendangan kemudian dalam konteks kekinian bisa menjadi model konkrit sebagai jawaban dari mange wisako pendidikan Minahasa?
Konteks kekinian di era reformasi adalah otonomi dan desentralisasi pendidikan. Arus desentralisasi yang memberi ruang gerak bagi daerah sebenarnya menjadi peluang bagi Minahasa untuk melakukan rekonstruksi ulang  bangunan pendidikannya. Kewenangan (authority) yang diberikan kepada pemerintah daerah otonom harusnya dimanfaatkan untuk menata sistem pendidikan daerah, sistem pendidikan di Tanah Minahasa yang berbasis pada budaya unggul leluhur kita, papendangan, tentu saja dengan racikan yang berbeda namun dengan spirit yang sama.
Kita harus memiliki visi dan prinsip yang jelas bagi pendidikan di Tanah Minahasa, kalau ingin pendidikan Minahasa berdiri kokoh dengan arah yang jelas dalam pelayaran yang dinamis yang penuh dengan tarikan-tarikan sisa-sisa kolonialisme dan orde baru serta terpaan angin globalisasi.
Kita harus mengambil pilihan yang realistik, atau kita akan mendaftarkan anak cucu kita pada sistem pendidikan yang suram dan anak cucu kita akan kembali bertanya: Pendidikan di Tanah Minahasa: Mange Wisa Ko ???     
********Meidy Tinangon********

Kamis, 02 September 2010

Pesta kami, duka Sang Raja

Tuhan,
Kepala kami berpesta dengan mahkota kesombongan
Mata kami berpesta dengan kedipan ketidakadilan
Mulut kami berpesta dengan bahasa kemunafikan
Hati kami berpesta dengan kasih yang diskriminatif...
Tangan kami berpesta dengan kepalan kekuasaan
Kaki kami berpesta dengan jejak kezaliman

Tubuh kami berpesta namun kau tampak murung....

Owww...... kami mendukakanmu Tuhan.....
Ampuni kami ya Tuhan.................