Tampilkan postingan dengan label Demokrasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Demokrasi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Maret 2019

Jangan Kampanye di 3 Tempat ini!


Saat ini, aktivitas peserta Pemilu dalam tahapan kampanye semakin meningkat seiring dengan semakin dekatnya hari pemungutan suara 17 April 2019. Para kandidat atau tim kampanye hampir setiap hari memiliki agenda dalam rangka kampanye. Namun demikian, di lapangan ditemui berbagai macam pelanggaran terhadap larangan kampanye. Diantara larangan kampanye yang dilanggar oleh peserta Pemilu adalah larangan penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa pelaksana, peserta dan Tim Kampanye Pemilu dilarang:  menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Undang-undang mengatur bahwa pelanggaran terhadap larangan kampanye di Tempat Pendidikan, Tempat Ibadah dan Fasilitas Pemerintah dikategorikan dalam 2 (dua) jenis pelanggaran yaitu administratif (Pasal 280 ayat 4) atau pidana (Pasal 521). 

Sanksi Administratif

Pengaturan sanksi administratif terhadap pelanggaran kampanye di tempat terlarang dalam  UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diatur dalam Ketentuan Pasal 280 ayat (4) yang mengatur bahwa pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu. Dalam ketentuan ini larangan pada Pasal 280 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf h (Penggunaan Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan ) tidak termasuk tindak pidana Pemilu. Pelanggaran oleh Pelaksana, Peserta dan Tim Kampanye yang bukan tindak pidana berarti termasuk kategori pelanggaran admnistrasi (juncto Pasal 460 ayat 1 dan 2).

Penanganan pelanggaran ketentuan Pasal 280 ayat (1) dari sisi penanganan pelanggaran administratif diatur dalam Ketentuan dalam Pasal 309 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana kampanye, peserta kampanye, atau tim kampanye melakukan pelanggaran kampanye sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (1) dan ayat (2) dalam pelaksanaan kampanye yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan/desa, Panwaslu Desa/Kelurahan menyampaikan laporan kepada PPS.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 310 ayat (1) mewajibkan PPS menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan / desa sebagaimana dimaksud Pasal 309 ayat (2) dengan:

a.      menghentikan pelaksanaan kampanye Peserta Pemilu yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu setelah mendapatkan persetujuan dari PPK;

b.      melaporkan kepada PPK dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana Pemilu mengenai pelaksanaan Kampanye Pemilu;

c.       melarang pelaksana atau tim Kampanye Pemilu untuk melaksanakan Kampanye Pemilu berikutnya setelah mendapat persetujuan PPK; dan/atau

d.      melarang peserta Kampanye Pemilu untuk mengikuti Kampanye Pemilu berikutnya setelah mendapatkan persetujuan PPK.

Ketentuan ayat (2) mewajibkan PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

Pola penanganan serupa, terhadap pelanggaran Pasal 280 ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Pasal 314 ayat (2) dan Pasal 315 ayat (1) untuk tingkat kecamatan, Pasal 318 untuk tingkat Kabupaten, Pasal 320 untuk tingkat Provinsi, dan Pasal 322 untuk tingkat nasional yang merupakan pola penanganan pelanggaran administratif dalam tahapan Kampanye Pemilu.

Ketentuan Pasal 280 ayat (4) di atas   diikuti KPU ketika menyusun Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, sebagaimana diubah terakhir dengan PKPU 33 Tahun 2018, sehingga pelanggaran tersebut dikecualikan sebagai tindak pidana Pemilu sesuai bunyi ketentuan Pasal 69 ayat (4) PKPU:

“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j kecuali huruf h dan huruf h1, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu”.

Hal serupa diatur Pasal 76 (1):

“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j kecuali huruf h, dan ayat (2) merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Pemilu”

Selanjutnya dalam Pasal 76 ayat (3) diatur sanksi administratif: Pelanggaran terhadap larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h dikenai sanksi:

a.   peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau

b.   penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu daerah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain.

Sanksi Pidana

Apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana Pemilu mengenai pelaksanaan kampanye, maka temuan dan laporan Panwaslu Desa/Kelurahan kepada PPS dilaporkan kepada PPK, kemudian PPK menindaklanjuti laporan dengan melakukan penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-undang (Pasal 310 ayat 2). Penyelesaian dimaksud adalah dengan meneruskan laporan dugaan pelanggaran pidana kepada Panwaslu Kecamatan sesuai kewenangannya. Hal serupa perlu dilakukan KPU Kabupaten/Kota terhadap laporan PPK sebagaimana diatur Pasal 315 ayat (1) huruf b dan ayat (2).

Ketentuan pidana terhadap pelanggaran kampanye di tempat terlarang, diatur dalam ketentuan Pasal 521 UU 7 tahun 2017 yang mengamanatkan  bahwa:

“setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00.(dua puluh empat juta rupiah)”.

Selain sanksi Pidana sebagaimana diatur Pasal 521, pelanggaran terhadap larangan kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 280, juga memiliki konsekwensi sanksi administratif lanjutan sebagaimana diatur pasal 285 yaitu:

“putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 dan Pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengambil tindakan berupa:

a. pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau

b. pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih”.


Jumat, 08 Maret 2019

Kita dan Mereka di Pesta Sang Khalik

Tak lama lagi Pesta itu kan tiba |
Pesta seantero negeri |
Di ruang tak kurang dari delapan kali sepuluh meter |
Pesta n'tuk cari Pemimpin negeri |
Pesta n'tuk salurkan hak |
Pesta n'tuk sejahtera anak negeri |
Lengkapnya kami sebut: Pesta Demokrasi |

Rabu, tujuh belas April kan jadi penentu |
Siapa layak jadi tumpuan asa |
Banyak waktu tuk memilah yang layak dan patut |
Menilai visi, misi, melacak rekam jejak |
Menimbang yang tulus atau bulus |
Bukan sekedar tampang yang terpampang |
Bukan sekedar tampilan sarat editan |
Pilihan ada di benak dan sanubari jutaan tuan pesta |
Kita yang punya hak pilih |

Yah.. Memilih adalah hak |
Hak itu,  anugerah Sang Khalik |
Bukan barang dagangan |
Jangan kau jual pada mereka penghalal haram |
Hakmu,  titipan Tuhanmu |
Meski kita miskin, titipan itu tak bisa dijual|
Meski kita miskin,  tak akan kaya dengan suap mereka |
Meski perut keroncong,  malu diri makan sogok |
Karena Dia telah siapkan berkat untuk kita|

Katakan pada mereka  |
Suara kita,  Suara Tuhan |
Sang Khalik, penguasa pesta |
Penentu pemenang di pesta itu |
Kita hanya abdi, mandataris suara Khalik |
Beranikah mereka beli suara Tuhan?  |
Katakan pada mereka,  suara Sang Khalik tak bisa dibeli |
Dia kan murka, tersinggung |
 Jika Dia mau dibeli !  |
Kecuali .... Jika mereka tak takut murkaNya|

Bukankah rupiah mereka dari Dia asalnya|
Karena mereka layak terima berkahnya |
Dalih mereka, itu amal |
Jelas beda, karena amal adalah syukur tanpa pamrih |
Jika pamrih masih diharap, itu transaksi |
Bukan amal, bukan derma |

Katakan pada mereka |
Perbanyaklah kerja yakinkan kita |
Perbanyak doa pada Sang Khalik, Pemilik Suara |
Jika Dia berkenan |
Dia kan tuntun kita |
Dikala pesta itu tiba,  kita kan datang di bilik mungil |
Gunakan suara titipanNya |
Sesuai mandat dan bisikanNya dalam hikmat yang turun dari sorga |
Tanpa suap, kita kan datang |
Nyatakan Suara Tuhan yang tak bisa dibeli|
Untuk figur pilihan Tuhan |
Karena Pesta kita adalah Pesta Sang Khalik|
Hak kita  adalah Hak Sang Khalik |

Mari berpesta hai populi dari setiap sudut semesta Nusantara |
Pesta Populi,  Pesta Tuhan |
Vox Populi,  Vox Dei |

Mari berpesta karena kita gembira tunaikan mandat ilahi |
Mari berpesta,  syukuri kemenangan kita yang tak menjual titipan Sang Khalik |
Mari berpesta atas Pemimpin Pilihan Tuhan |
Yang punya kuasa atas semesta |
Punya Kuasa atas kuasa yang kan direbut disaat pesta ||••||

************
_renung disudut semesta,  Manado-Jakarta_
8 Maret 2019
39 hari jelang Pemilu,  Pesta Demokrasi
#StopPolitikUang

Selasa, 23 Oktober 2018

Peraturan KPU dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan


Meidy Yafeth Tinangon, SSi., M.Si.
(Komisioner KPU Prov. Sulut 2018-2013 / 
Ketua Divisi Hukum Dan Pengawasan)


Perkembangan ketatanegaraan pasca beberapa kali amandemen UUD 1945 berimplikasi lahirnya lembaga-lembaga negara yang baru termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Lembaga negara independen / non struktural. Lahirnya Lembaga-lembaga negara juga diikuti dengan hadirnya perangkat regulasi sebagaimana perintah UUD atau Undang-undang. Diantara perangkat regulasi tersebut, untuk penyelenggaraan Pemilu kita sering mendengar Peraturan KPU (PKPU). Masih banyak pihak yang belum menyadari kedudukan dan peran PKPU padahal PKPU merupakan bagian hirarki Peraturan Perundang-undangan di negeri ini. Dimana sebenarnya posisi PKPU dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan di Republik ini?

Hirarki Peraturan Perundang-undangan
Terkait susunan atau hirarki peraturan perundang-undangan, awalnya menggunakan ketentuan Tap MPR No. III/MPR/2000, Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Namun dalam perkembangan Tap MPR tersebut sudah tidak berlaku lagi berdasarkan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang dalam ketentuan Pasal 4 angka 4 menyebutkan bahwa Tap MPR Nomor III/MPR/2000 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang.  Dengan pengertian lain bahwa TAP MPR Nomor III/MPR/2000 memiliki sifat berlaku sementara, dan masa berlakunya habis, ketika Pembuat Undang-undang mengundangkan Undang-undang terkait tata urutan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang yang mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang substansinya turut mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan telah terbentuk dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan demikian Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tidak berlaku lagi dan tidak bisa dijadikan rujukan.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai berikut:

1.     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.     Undang-Undang / Peraturan Pemerintah  Pengganti  Undang-Undang; 
4.     Peraturan Pemerintah;
5.     Peraturan Presiden;
6.     Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.     Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Lho, ternyata PKPU tidak tercatat dalam ketentuan tentang hiraki peraturan perundang-undangan di atas. Memang jika kita hanya membaca ketentuan Pasal 7 ayat 1 UU 12 Tahun 2011, kita tidak akan menemukan frasa “peraturan KPU” di dalamnya.

Peraturan KPU sebagai  bagian dari hirarki peraturan perundang-undangan akan nyata dalam substansi Pasal selanjutnya, yaitu Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU 12 Tahun 2011. Ketentuan ayat 1 menyebutkan bahwa: jenis  Peraturan  Perundang-undangan  selain  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)  mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis  Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,  Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,  Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,  lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala  Desa atau yang setingkat.

Selanjunya ketentuan ayat 2 menyebutkan bahwa Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, jelaslah bahwa PKPU dikategorikan sebagai peraturan yang ditetapkan oleh komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang. Lebih lanjut, PKPU jelas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dibentuk berdasarkan kewenangan yang diberikan Undang-undang kepada KPU.

PKPU merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang menjadi kewenangan KPU untuk menyusunnya dalam rangka melaksanakan Pemilu. PKPU merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum yang menyebutkan bahwa: “untuk menyelenggarakan Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, KPU membentuk Peraturan KPU dan Keputusan KPU. Peraturan KPU merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.”

Secara khusus Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang  Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota yang menjadi bahan perdebatan dalam SPPU DIAKUI KEBERADAANYA dan mempunyai KEKUATAN HUKUM MENGIKAT, karena diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (Jo. Pasal 8 ayat 2 UU No. 12 Tahun 2011; Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 249 ayat (3) dan Pasal 257 ayat (3) UU No 7 Tahun 2017). Selain itu, Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 telah diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 834. Sifat “mengikat”  tersebut berarti harus dipatuhi oleh setiap warga negara maupun institusi yang terkait dengan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 termasuk bakal calon anggota DPD, DPR dan DPRD dan seluruh Partai Politik Peserta Pemilu, Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) serta stakeholder dan masyarakat umum.

Kewenangan Judicial Review
Apabila dalam pelaksanaannya ada warga negara atau institusi beranggapan bahwa terdapat Pasal-pasal dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang bertentangan dengan Undang-undang, maka warga negara atau institusi yang merasa dirugikan dapat mengajukan uji materi (judicial review) PKPU ke Mahkamah Agung yang memiliki KOMPETENSI/ KEWENANGAN ABSOLUT untuk melakukan pengujian peraturan di bawah Undang-undang. Hanya Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dapat menetapkan bahwa Peraturan KPU bertentangan dengan Undang-undang dan tidak berkekuatan hukum mengikat. Demi keadilan dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam suatu negara hukum, maka sewajarnyalah setiap warga negara menjunjung tinggi setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku, sah dan berkekuatan hukum mengikat, termasuk PKPU.

Kompetensi / kewenangan absolut Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang didasari pada ketentuan:

  1. Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UndangUndang terhadap Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.”
  2. Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang: menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.”
  3. Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa: “Dalam  hal  suatu  Peraturan  Perundang-undangan  di  bawah  Undang-Undang  diduga  bertentangan  dengan Undang-Undang,     pengujiannya     dilakukan     oleh Mahkamah Agung.”


Lebih spesifik terkait pengujian PKPU terhadap Undang-Undang, Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa: “Dalam hal Peraturan KPU bertentangan dengan Undang-undang ini, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.”

Rumusan pasal ini menegaskan bahwa Peraturan KPU dan (Juga) Peraturan Bawaslu yang kedudukannya setara (sebagai pelaksanaan Undang-Undang) hanya dapat dibatalkan melalui proses pengujian di Mahkamah Agung, sesuai kewenangan absolut yang dimilikinya. Sidang adjudikasi Sengketa Proses pemilihan Umum (SPPU)  juga tidak memiliki kewenangan untuk menguji atau menyatakan  bahwa peraturan KPU bertentangan dengan undang-undang.

Konsekwensi Hukum PKPU
Sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang jelas kedudukannya dalam hirarki peraturan perundang-undangan, serta sifatnya yang diakui dan mengikat, maka PKPU memiliki konsekwensi-konsekwensi bagi setiap masyarakat atau institusi yang terkait dengan PKPU.

Pihak pertama yang wajib hukumnya serta memiliki tanggung jawab moral untuk melaksanakan PKPU adalah KPU dan jajarannya. Tidak ada alasan bagi KPU dan jajarannya untuk mangkir dari pelaksanaan peraturan yang dibuatnya. Pelanggaran terhadap PKPU yang masih berlaku merupakan pelanggaran kode etik berat bagi setiap penyelenggara Pemilu.

Partai Politik harus memenuhi ketentuan dalam PKPU dan stakeholder terkait Pemilu lainnya juga wajib mengikuti PKPU untuk urusan teknis pelaksanaan Pemilu karena PKPU mengikat secara internal dan eksternal. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga terikat dengan PKPU. Dalam proses pengawasannya, seyogyanya Bawaslu mengawasi apakah ketentuan-ketentuan dalam PKPU sebagai koridor hukum penyelenggaraan tahapan Pemilu dilaksanakan oleh KPU dan Peserta Pemilu atau tidak. Demikian halnya dalam proses adjudikasi Sengketa Proses Pemilihan Umum serta proses penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu, seyogyanyalah Bawaslu menggunakan PKPU sebagai acuan.

Pada prinsipnya, PKPU yang diakui kedudukannya,  sah dan bersifat mengikat tidak bisa diingkari oleh setiap warga negara apalagi oleh penyelenggara Pemilu. PKPU diadakan untuk menjadi acuan pelaksanaan teknis setiap tahapan sehingga tahapan Pemilu berlangsung sesuai asas tertib dan punya kepastian hukum. Dibutuhkan kesadaran hukum setiap warga negara untuk menaati peraturan perundang-undangan termasuk PKPU, jika kita ingin Pemilu berlangsung tertib sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat di negara demokrasi berdasarkan hukum…..

Salam demokrasi  !!!

*** Tulisan ini juga dimuat dalam: 

Selasa, 15 September 2015

Kampanye Pilkada: 101 Hari Meraih Simpati dalam Bingkai Regulasi


Oleh:
Meidy Yafeth Tinangon
(Ketua Komisi Pemilihan Umum  Kabupaten Minahasa)

Terhitung sejak 27 Agustus 2015 atau 3 hari setelah penetapan  pasangan calon (24 Agustus 2015), tahapan  kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahap pertama  di negeri ini resmi dimulai. Termasuk dalam arak-arakan ini adalah kampanye Pilgub Sulut dan Pilbup/Pilwako di 7 daerah Kabupaten/Kota  di Sulut. Masa menjual visi, misi dan program untuk menarik simpati rakyat pemilih ini, akan bergulir hingga 5 Desember 2015. Jika dihitung sesuai hari kalender maka kontestan Pilkada punya waktu 101 hari untuk berjuang meraih simpati rakyat yang memiliki hak pilih. Sebuah rentang waktu yang cukup panjang.
Jika dibandingkan dengan kampanye Pilkada-pilkada sebelumnya yang diatur dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya, Undang-undang Nomor 12 tahun 2008, masa kampanye hanya diberikan rentang waktu 14 hari atau 2 minggu.
Waktu yang panjang untuk berkampanye dalam  kurun  waktu sekitar 3 bulan lebih ini sebenarnya untuk mengakomodir hasrat calon yang ingin langsung tancap gas  berkampanye segera setelah penetapan calon, dan juga so pasti untuk memberi ruang yang luas bagi kandidat dalam menyampaikan visi-misi dan program apabila terpilih.

Rabu, 13 Maret 2013

inilah DAPIL PEMILU ANGGOTA DPRD MINAHASA 2014

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sabtu (9/3) menetapkan Daerah Pemilihan (Dapil) Anggota DPRD Provinsi dan DPRD  Kabupaten/Kota, yang dilengkapi dengan alokasi kursi masing-masing dapil Pemilu 2014, melalui Surat Keputusan KPU untuk masing-masing Provinsi. Berdasarkan hasil Pleno KPU RI yang dituangkan dalam Surat Keputusan KPU Nomor 126/Kpts/KPU/Tahun 2013 tertanggal 9 Maret 2013 tentang Penetapan Dapil dan Alokasi Kursi Anggota DPRD Provinsi Sulut dan DPRD Kabupaten Kota Se Sulut, yang ditandatangani Ketua KPU RI Husni Kamil Manik. 

Klik disini untuk informasi lengkap

Kamis, 31 Januari 2013

KPU-Dekab-Pemkab Proses SK JWS-Ivansa

Tahapan Pemilukada Minahasa masih terus berproses, dimana berdasarkan Surat Keputusan KPU Kabupaten Minahasa Nomor 4 Tahun 2012 tentang Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilukada Minahasa, tahapan akan berakhir disaat pelantikan bupati dan wakil bupati terpilih 17 Maret 2013 nanti.


Sebagaimana diketahui, guliran proses Pemilukada baru saja melalui proses sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi yang telah berakhir 18 Januari 2013 yang lalu.

Pasca putusan MK tersebut, maka dapat dikatakan penetapan JWS-Ivansa sebagai pasangan calon terpilih tidak bisa diganggu-gugat. Namun demikian, untuk benar-benar dinyatakan sah melalui seremoni pelantikan, JWS-Ivansa harus mengantungi Surat Keputusan Pelantikan. Dengan demikian mereka harus melalui tahapan proses pengurusan SK pelantikan tersebut.

Dalam rangka proses tersebut, 3 institusi yang berkompeten dalam pengurusan SK tersebut masing-masing KPU Kabupaten Minahasa, DPRD Kabupaten Minahasa dan Pemkab Minahasa Kamis (31/1) melaksanakan pertemuan di Kantor KPU Kabupaten Minahasa di kompleks Stadion Maesa Tondano. Tampak hadir dalam pertemuan di kantor yang baru saja diresmikan akhir Desember lalu tersebut, Ketua KPU Kabupaten Minahasa, Meidy Tinangon, SSi, MSi, Sekretaris DPRD Minahasa Royke Kaloh, Kabag Tata Pemerintahan Pemkab Minahasa, Meidy Rengkuan dan Sekretaris KPU Minahasa, DR. Meidy Malonda, MAP.

Menurut Ketua KPU Minahasa, Meidy Tinangon, SSi,MSi pasca putusan MK, pihaknya langsung menyampaikan pemberitahuan putusan MK sebagai salah satu syarat kelengkapan administratif pengurusan SK pelantikan. "Kamipun sampai esok hari akan menyiapkan lagi sekitar 19 item kelengkapan administratif yang wajib disiapkan untuk mengurus SK pelantikan", ungkap Tinangon.

Diantara berkas yang harus disiapkan, lagi menurut Tinangon adalah Berita Acara Rekapitulasi Perolehan Suara dan lampirannya, SK Penetapan perolehan suara, berita acara penetapan calon terpilih serta SK penetapan calon terpilih serta kelengkapan lainnya.

Sementara itu DPRD Kabupaten Minahasa harus menyiapkan keputusan DPRD tentang pengusulan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Surat Pengantar Hasil pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pemkab Minahasa sendiri senantiasa mensuport secara administratif. Kabag tata pemerintahan Pemkab dalam rapat tersebut menyebut pihaknya senantiasa berkoordinasi dengan Pemprov Sulut, dan nantinya semua berkas akan disampaikan kepada Gubernur Sulut untuk kemudian diproses bersama Pemkab, KPU dan DPRD di Kementerian Dalam Negeri.

Minggu, 27 Januari 2013

Tegakan Aturan, KPU Minahasa Berhentikan 16 PPK dan 1 PPS

         Setelah  melalui  berbagai  prrtimbangan, akhirnya Jumat pekan lalu (25/1) KPU Minahasa resmi mengambil sikap terhadap 18 orang  penyelenggara  Pemilukada yang trrbukti melanggar  Peraturan  perundang-undangan.

     Dari 18 orang tersebut,  15 orang  adalah  Ketua PPK, 1 orang anggota PPK, 1 orang Ketua PPK Dan 1 orang Ketua KPPS.
 
     Keputusan KPU Minahasa  diambil Dalam  Rapat Pleno yang hadiri 5 personil  KPU Minahasa, dimana kelimanya secara  bulat  menyepakati  tindakan yang diambil yaitu: memberhentikan  dengan  tidak hormat 16 orang Ketua Dan anggota PPK  Dan 1 orang Ketua PPS. Untuk 1 orang Ketua KPPS diputuskan bahwa yang bersangkutan tidak akan  diakomodir sebagai  penyelenggara Pemilu.

    Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh  Ke 18 orang anggota penyelenggara Pemilu  adalah  dengan  menjadi saksi bagi  pihak Pemohon Dalam perkara Perselisihan Hasil  Pemilihan  Umum  (PHPU ) Di Mahkamah Konstitusi.  Sementara  institusi  yang membawahinya  yaitu KPU Minahasa  dalam perkara  ini dalam posisi sebagai  Termohon.

     Hal tersebut jelas  melanggar  Undang-undang  nomor  15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu  dan pasal 65 huruf b Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman tata cara pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dalam pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh panitia pemilihan kecamatan, komisi pemilihan umum kabupaten/kota, dan komisi pemilihan umum provinsi, serta penetapan calon terpilih, pengesahan pengangkatan, dan pelantikan, yang menyatakan bahwa: 
     Anggota KPU Provinsi dan/atau Anggota KPU Kabupaten/Kota, serta PPK, PPS, dan KPPS di wilayah kerjanya tidak dibenarkan menjadi saksi/saksi ahli dari pasangan calon sebagai pihak pemohon;
     Untuk pelaksanaan ketentuan tersebut KPU Kabupaten Minahasa telah melakukan pertemuan dan penjelasan perihal tersebut, kepada Ketua PPK pada tanggal 29 Desember 2012 dan telah mengingatkan melalui penyampaian surat edaran Nomor: 8/KPU-Kab-023.436239/I/2013 tanggal 5 Januari 2013;
Dengan demikian maka hal tersebut jelas merupakan  tindakan  yang  sengaja  dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak loyal pada institusi.

Adapun Ketua PPK dan PPS yang diberhentikan dengan  tidak hormat adalah Ketua PPK  Di kecamatan : Pineleng, Tombulu, Tombariri, Tondano Utara,  Tondano Barat,  Tondano Timur,  Eris,  Remboken, Kakas, Lembea n Timur, Langowan Selatan,  Tompaso,  Kawangkoan,Kawangkoan, Kawangkoan Barat,  Dan Sonder. Sementara 1 orang anggota PPK berasal dari  Kecamatan Langowan Barat. 1orang ketua PPS  desa Tateli Weru  Pineleng. 

Dengan Keputusan ini, maka pekan ini 4 anggota PPK  yang tersisa akan memiliki Ketua PPK  yang baru.  Sebagai Ketua KPU Minahasa saya sangat menya yangkan Hal ini, karena  mereka  ini  adalah  PPK  yang berpengalaman.  Namun aturan,  integritas  Dan wibawa institusi  harus  ditegakan.

Sabtu, 19 Januari 2013

MK tolak semua dalil Pemohon, KPU Minahasa menangkan PHPU

Setelah melalui persidangan 5 Kali sejak 7 January lalu. Hari ini (18/1) jam 11.28 Wita Panel Majelis Hakim konstitusi MAHKAMAH KONSTITUSI Membacakan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilukada (PHPU) nomor 103/PHPU-X/2012 dengan Pemohon pasangan calon Careig N Runtu & Denny J Tombeng melawan KPU Kabupaten Minahasa selaku termohon. Dalam amar putusannya MK menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Majelis Hakim konstitusi berpendapat bahwa KPU Kabupaten Minahasa tidak melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan Pemohon. Surat KPU nomor 555 tanggal 10 Desember 2012 yang dituduhkan Pemohon sebagai pelanggaran, oleh Majelis Hakim konstitusi dianggap telah sesuai prosedur. Semua dalil Pemohon untuk seluruhnya ditolak Karena dianggap tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan putusan ini, maka mempertegas bahwa KPU Kabupaten Minahasa telah melaksanakan Pemilukada sesuai prosedur.
J P N  

Kamis, 16 Agustus 2012

Logo Pilkqda Minahasa


Logo Resmi pemilukada Minahasa 2012
Untuk meningkatkan penyampaian informasi tentang Pemilukada kepada masyarakat, KPU Kabupaten Minahasa telah menetapkan website resmi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa dengan alamat situs:  www.kpu-minahasakab.go.id. Juga menetapkan akun resmi media jejaring sosial Facebook KPU Kabupaten Minahasa dengan nama pengguna (user name): Humas Pemilu Minahasa (www.facebook.com/kpu.minahasa), dan halaman Facebook: KPU Minahasa (www.facebook.com/pages /KPU.Minahasa). Pleno menetapkan akun resmi Twitter KPU Kabupaten Minahasa dengan nama pengguna (user name) @KPUMinahasa.  

KPU juga menetapkan administrator website, media jejaring sosial Facebook dan Twitter.  Koordinasi untuk update website, blog, facebook dan twitter ditangani oleh Kelompok Kerja Pelayanan Informasi Publik dan Penyelenggaraan Media Center 

Pleno KPU Minahasa juga melaksanakan pemilihan terhadap model logo Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Minahasa serta memilih dan menetapkan Logo Resmi Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Minahasa dengan gambar utama Burung Manguni bersayap kiri-kanan dengan warna kombinasi hitam-merah pada sayap kiri dan kombinasi hitam-putih pada sayap kanan, memegang selembar kertas bertuliskan: “Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Minahasa 12-12-12" 


Kamis, 07 Juni 2012

KPU Minahasa Rakor Seleksi PPS

PPK Fit and Proper Test, Jumat Esok

5 personel KPU Minahasa
KPU Kabupaten Minahasa semakin memantapkan pelaksanaan Pemilu Kepala daerah Kabupaten Minahasa yang hari pemungutan suaranya jatuh pada tanggal 12 Desember 2012. Kamis (7/6), KPU Kabupaten Minahasa menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) dengan camat se Kab Minahasa tentang Tata Cara Seleksi PPS dan Pengisian Sekretariat PPK dan PPS.
Rakor tersebut dilaksanakan berkenaan dengan dibukanya pendaftaran Panitia Pemungutan Suara (PPS) dimana pendaftarannya dibuka di kantor lurah/hukum tua. Sementara itu, untuk sekretariat PPK nantinya akan melibatkan PNS yang memenuhi persyaratan.

PPS memegang peran penting karena dengan berlakunya UU No 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu, tugas untuk melakukan rekapitulasi di tingkat desa kembali akan diperankan PPS. Disamping itu, PPS ketambahan tugas baru untuk melakukan verivikasi kebenaran dukungan calon perorangan (calon independen) dalam pemilukada Minahasa.
Dalam Rakor tersebut KPU menjelaskan bahwa KPU hanya akan membentuk PPS di 237 desa. Desa-desa yang baru dimekarkan belum akan dibentuk PPS tersendiri, sehingga masih bergabung dengan desa induk.
Rakor dihadiri Ketua KPU Rommy Leke SE MSi beserta anggota masing-masing Herwyn Malonda MPd (Ketua Pokja Seleksi dan Peresmian PPS), Ronaldy Worek, SE MBA, Meidy Tinangon, MSi dan Dra Wiesye Wilar, MSi.

Diumumkan juga bahwa, tahap lanjutan seleksi PPK yaitu wawancara uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) akan dilaksanakan Jumat (8/6) di Kantor KPU Kabupaten Minahasa. Ini merupakan tahap akhir seleksi untuk menentukan 5 anggota PPK di 22 Kecamatan (belum termasuk desa pemekaran). (****by. manguni 12)

Selasa, 15 Mei 2012

Minahasa Memilih 12-12-12

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa telah menetapkan Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Bupati dan Wakil Bupati Minahasa yang tahapannya akan berlangsung tahun 2012 hingga 2013. Dalam tahapan yang telah dipublikasi 7 Mei 2012 yang lalu di Wale ne Tou Minahasa, dipastikan hari-H pemungutan suara akan dilaksanakan pada hari Rabu, 12 Desember 2012 disingkat 12-12-12.

Tanggal 12-12-12 sebagai hari pemungutan suara di TPS disebut - sebut sebagai "tanggal cantik". Namun penetapan tanggal tersebut bukan sekedar "kecantikannya" tapi lebih daripada itu adalah berhubungan ketepatan waktu sesuai aturan perundang-undangan dan kepentingan sebagai "pengingat yang baik" (good reminder) dalam kaitan dengan sosialisasi pelaksanaan.

Mengapa perlu "good reminder" atau tanggal yang gampang diingat ?

Esensinya adalah peningkatan partisipasi publik dalam Pemilukada nanti. Partisipasi publik dalam menentukan pemimpinnya adalah salah satu esensi dari demokrasi. Demokrasi tanpa partisipasi bukanlah demokrasi. Bukankah demokrasi sederhananya dikenal dengan pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat ?

Dengan tanggal yang mudah diingat tetapi juga sesuai dengan aturan perundang-undangan, maka diharapkan tou Minahasa wajib pilih di kabupaten Minahasa akan gampang mengingat hari dimana mereka akan menentukan pemimpin pilihan rakyat dan akan berbondong-bondong datang ke TPS dan menggunakan haknya untuk memilih.

Kita semua berharap partisipasi rakyat akan baik dalam hajatan pesta rakyat tersebut... sehingga pemimpin terpilih benar-benar merupakan representasi dan akumulasi dari kehendak mayoritas masyarakat... semoga... (MyT)

Sabtu, 14 April 2012

Permendagri Tabrakan, NPHD Pemilukada Minahasa Molor

Pelantikan SVR-JWS produk Pemilukada Minahasa 2007
Molornya penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) anggaran hibah Pemilukada tahun 2012/2013 antara Pemkab Minahasa dan KPU Kabupaten Minahasa jika ditelusuri lebih jauh penyebabnya adalah karena regulasi yang bertabrakan. Regulasi dimaksud adalah Peraturan Mendagri Nomor 44 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 yang bertabrakan dengan Permendagri 32 tahun 2011 tentang Hibah dan Bantuan Sosial.

Dalam Permendagri 44 tahun 2007 berikut perubahannya, mengatur proses pembiayaan melalui penandatanganan NPHD antara Kepala Daerah dan Ketua KPU Kabupaten / Kota, setelah itu barulah KPU Kabupaten memasukan Rencana Kebutuhan Biaya (RKB) ke Pemkab dan kemudian dituangkan dalam Daftar Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD). Dalam RKB tersebut barulah dirinci secara detail rencana penggunaan anggaran. 

Sementara itu dalam Permendagri 32 tahun 2011, diatur bahwa NPHD harus memuat rincian penggunaan anggaran.

Disamping itu, pasal krusial lainnya adalah tentang pertanggungjawaban. Dalam Permendagri 44 tahun 2007 dan perubahannya, menyebut dana hibah Pemilukada dipertanggungjawabkan paling lambat 3 bulan setelah selesainya tahapan Pemilukada. Sementara Permendagri 32 tahun 2011 menyebutkan tentang pelaporan penggunaaan dana hibah paling lambat tanggal 10 Januari. 

Hal-hal krusial tersebut telah dan sedang dibahas antara Pemkab dan KPU Kabupaten Minahasa. Untuk rincian dalam HNPD , KPU telah "legowo" untuk mengikuti format Permendagri 44 dan 57. Namun demikian untuk pelaporan keuangan masih belum terdapat kata sepakat, meskipun solusi telah ditawarkan. 

Sedianya senin (16/4) akan dilaksanakan pembahasan akhir dan penandatanganan NPHD paling lambat hari selasa (17/4).

Sabtu, 18 Februari 2012

Pilkada dan Kebebasan Memilih dalam Perspektif Kristiani


Harapan kita bersama sebagai wujud pelaksanaan demokrasi, maka Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) akan menjadi sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dimana rakyat benar-benar berdaulat penuh untuk menentukan siapa pemimpinnya.
Untuk bisa disebut berdaulat penuh, maka faktor kebebasan dalam menentukan pilihan tentu saja menjadi faktor penentu. Karena pentingnya faktor kebebasan itu maka kita telah lama diperkenalkan dengan sistem atau sifat Pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER) sebagaimana termaktub dalam konstitusi kita UUD 1945 pasal 22 E, hal mana khusus untuk pemilihan umum kepala daerah diatur dalam Pasal 56 ayat 1 UU Nomor  32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa: “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.
Meskipun telah tersurat dalam konstitusi dan undang-undang kita, namun yang petut dipertanyakan adalah bagaimana kebebasan dalam perspektif kristiani? Apakah kita benar-benar bebas dalam menentukan pilihan politiknya ?