Selasa, 12 Mei 2020

[Download Buku] Graafland (1867) |"Inilah Kitab Batja akan Tanah Minahasa"|

Screenshoot buku "Inilah Kitab Batja Akan Tanah Minahasa"

Buku berjudul "Inilah Kitab Batja akan Tanah Minahasa", ditulis Tahun 1867 oleh  N. Graffland seorang penginjil dan penulis berkewarganegaraan Belanda yang lama diam di Minahasa-Sulawesi Utara. Graffland diutus oleh NZG, lembaga misionaris Belanda ke Minahasa pada tahun 1849.

[baca juga ulasan: Petuah dari Buku Jadul tentang Minahasa]

Buku ini banyak berkisah tentang Minahasa tempo dulu, alamnya, sistem pemerintahan dan tentu saja tou Minahasa.

Untuk download buku tersebut, klik link berikut: KLIK Disini Untuk Download

Jumat, 01 Mei 2020

25 Karya Efek #StayAtHome di Bulan April

| ilustrasi || toolfarm.com |
Bulan April 2020 saya memulai aktifitas #StayAtHome. Ternyata banyak waktu luang, yang sayang jika tak dimanfaatkan. Maka saya manfaatkanlah dengan menulis, baik akun dan group facebook, di blog saya ini, juga ada blog Info-Pemilu-Pilkada dan yang paling intens di kompasiana.com

Menulis bukan sekedar hobi bagi saya. Menulis merupakan cara untuk berbagi ilmu, pemikiran, semangat dan inspirasi kehidupan. Bentuk tulisan yang banyak saya tulis adalah dalam bentuk puisi, selain artikel opini.
"Saya bukan penyair hebat, hanya penikmat bait kata indah penuh makna dan berharap rangkaian kata yang sederhana bisa membawa inspirasi bagi yang membaca" 
Jika sobat pembaca berkenan menyimak sebagai bahan bacaan #StayAtHome, klik saja judul/link di bawah ini:

1. (Hai Covid) Kami Baik-baik Saja! [15.04.2020]
2. Selalu Ada Cahaya Asa [17.04.2020]
3. Kuasa [18.04.2020]
4. Doa [18.04.2020]
5. Darah, Dosa dan Pengampunan [19.04.2020]
6. Kau [20.04.2020]
7. Kuatir [20.04.2020]
8. Bait-bait Covid Satu Sembilan [21.04.2020]
9. Kartini Tak Pernah Mati [21.04.2020]
10. Sajak untuk Mama (Apa Kabar Kau yang Disana) [21.04.2020]
11. Sembahyang Kehidupan  [23.04.2020]
12. Doa Sang Bumi untuk Penghuninya [23.04.2020]
13. Madah untuk Secarik Kertas Tanpa Napas [23.04.2020]
14. Menjemput Senja Penuh Makna di Minawanua [24.04.2020]
15. Mengejar Sang Mimpi [24.04.2020]
16. Aku Diam Bukan Berarti Mati Tanpa Arti [26.04.2020]
17. Hari Minggu Tak Biasa yang Luar Biasa [26.04.2020]
18. Pesta Kami, Duka Sang Raja [26.04.2020]
19. Kepada Kawanku Kompasianer [27.04.2020]
20. Tentang Hidup [28.04.2020]
21. Untuk Sobatku di Garda Terdepan Pandemi [28.04.2020]
22. Ketika Hari Baru Kunikmati Lagi [28.04.2020]
23. Untuk Kawanku Juru Warta [28.04.2020]
24. Aku Ternyata Maling [29.04.2020]
25. Kau Hilang dalam Ada-mu [30.04.2020]

Ada 25 totalnya, hehehe lumayan. Semoga bisa menginspirasi, menghibur dan menemani masa masa di rumah aja. Karya-karya ini sebagiannya adalah karya lama yang disunting lagi, untuk menyesuaikan dengan konteks kini. Ayo tetap produktif #StayAtHome #StayProductive

Sabtu, 11 April 2020

Refleksi Paskah: "Yesus yang Menang Karena Mengalah"


Petuah tempo dulu, “mengalah untuk menang” rasanya sulit ditemukan di jaman sekarang. Jaman penuh ego dalam lautan kompetisi !  
Di pentas olahraga misalnya, tim yang mengalah pastinya kalah, bukan menang. Mana ada tim sepakbola yang akan menang dalam pertandingan jika mereka mengalah, berdiam diri, tak menyerang dan membiarkan pihak lawan memasukan bola ke gawang. Di pentas politik, kandidat akan berlomba-lomba untuk menang dalam Pemilihan. Siapa yang mengalah, berdiam diri, besar kemungkinan akan kalah, bukan menang. Di aspek hidup lainnya, hasrat untuk menang sangat dominan, hingga ke bilik-bilik rumah.

Umat Kristiani pada hari Minggu, 12 April 2020 akan merayakan Paskah, hari besar keagamaan yang lazim disebut pesta kemenangan. Disebut ‘pesta kemenangan’, karena Paskah merupakan perayaan kebangkitan Tuhan Yesus setelah sebelumnya disalibkan dan mati. Yesus yang disalibkan dan mati itu bangkit dan menang melawan kuasa maut (kematian). Tidak salah, jika saya menyebut kemenangan Yesus adalah karena Dia mengalah. Kalah menderita dan mati namun menang ketika bangkit.

Yesus yang Mengalah untuk Menang

Kesaksian kitab Injil membuktikan tidak ada perlawanan berarti dari Yesus sejak dia dihadapkan kepada Mahkamah Agama. Tidak ada perlawanan berarti ketika dia diolok-olok dan difitnah. Pun ketika dipaksa memikul salib hingga dipaku di kayu salib di Bukit Golgota.
Yesus, Anak Allah itu, yang kepadanya diberi kuasa dari Allah Bapa dengan bukti berbagai mujizat selama 33 tahun pelayanannya, kemudian di masa-masa sengsaranya sama sekali tak berdaya. Seharusnya, dengan kuasa yang ada dan belum dicabut tersebut, Dia mampu melawan dan langsung menang terhadap orang-orang berkuasa lainnya yang mau membunuhNya. 

Disinilah titik pentingnya dari strategi kalah-menang. Orang yang mengalah bukan orang yang sama sekali lemah dan tak punya power, otoritas atau kekuasaan. Justru orang yang mengalah adalah orang yang memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk menang tapi tidak menggunakan kekuasaan dan kemampuannya tersebut.  Yesus punya kuasa untuk menang, namun tidak menggunakan kuasa yang ada padaNya.

Sampai pada titik ini. Kita mengkin berpikir bahwa hal mengalahnya Yesus merupakan sebuah skenario dari Allah. Merupakan perkenanan Allah Bapa. Merupakan penggenapan nubuat, sebagaimana nubuatan kitab-kitab Perjanjian Lama seperti Kitab Mazmur, Yesaya, Zakaria dan Mikha. Benar demikian, dan justru disinilah sifat pertama dari karakter “mengalah” Yesus, yaitu mengalah dalam pengertian tunduk pada skenario atau perintah BapaNya.

Sengsara, kematian hingga kebangkitan Kristus merupakan penggenapan nubuat demi terwujudnya misi karya agung dan kasih  Allah untuk manusia dan dunia yaitu penebusan dosa dan penyelamatan manusia. Karena misi itu mampu dilakukan Yesus, maka Dia disebut juga Sang Juruselamat Dunia. Juruselamat yang menyelamatkan dunia dengan mengalah, rela mati namun menang ketika bangkit !!!

Kisah Yesus yang “kalah untuk menang” sesunggunya juga, merupakan sebuah teladan tentang kemampuan mengendalikan egoisme dari seorang yang punya Kuasa. Mengendalikan diri, merendahkan diri dan kemudian mampu mengampuni, ketika dalam deritanya di atas kayu salib Dia berdoa untuk mereka yang menyalibkan Dia:  “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat“.

Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa  karakter mengalah untuk menang dalam peristiwa Jumat Agung dan Paskah Kristus meliputi mengalah dalam pengertian tunduk pada perintah Allah, mengalah dengan tidak menggunakan kekuasaan, mengalah dari egoisme diri dan merendahkan diri, hingga  mengalah dengan mengampuni.

Makna Paskah dalam Gumul Covid-19

Bukan kebetulan, perayaan minggu-minggu sengsara, Jumat Agung dan Paskah bagi umat Kristen bertepatan dengan gumul masyarakat dunia akibat pandemi Coronavirus disease (COVID-19) atau Covid-19.  Bagaimana relevansi karakter atau gaya hidup mengalah untuk menang dalam menghadapi pandemi global tersebut ?

Mengalah dengan membiarkan  Covid-19 menginfeksi seluruh penduduk bumi tentu saja bukan pilihan. Sejak diciptakan, manusia telah diberi mandat untuk berkuasa atas ciptaan lainnya. Hikmat dan pengetahuan telah dianugerahkan kepada manusia Homo sapiens. Tinggal bagaimana anugerah itu kita kelolah dalam menghadapi tantangan hidup.

Dalam perspektif ilmu pengetahuan, Virus hanya mampu dilawan dengan antivirus plus sistem kekebalan tubuh manusia. Tidak ada perang terbuka antara manusia dengan mahluk mikro ini yang berpotensi dimenangkan manusia, sekalipun setiap manusia punya sistem kekebalan tubuh. Transmisi antar manusia demikian mudahnya terjadi melalui kontak bahkan melalui udara dalam jarak tertentu. Karenanya strategi yang dianjurkan oleh WHO dan Pemerintah adalah mengalah untuk menang melawan Covid-19. Yah, mengalah dengan diam #dirumahaja.

Butuh kemampuan melawan egoisme diri, yang terbiasa bebas lalu lalang lintas rumah, desa, kota bahkan negara. Egoisme, Seremoni, Kultur dan Sakralisme institusi yang dikendalikan manusia, termasuk intitusi keagamaan harus mengalah. Work From Home dan Stay At Home hingga Worship At Home.

Yah, harus mengalah dengan tinggal di rumah saja. Kerja di rumah saja. Bahkan ibadah bukan di gedung gereja, tapi dari rumah saja. Jika hal itu tidak dilakukan maka kita berpotensi terjangkit Covid-19 dan berpotensi kalah…

Dirumah saja, mengalah tunduk pada perintah penguasa, sekalipun kita punya kuasa dan kehendak bebas (free will) untuk tetap di luar rumah. Meski kita punya kuasa menjadi oposisi untuk melawan.

Dirumah saja sambil merenung mungkin juga selama ini disaat jabat tangan belum dilarang kita tak mau mengalah keluar rumah untuk sebuah insiatif berdamai sambil jabat tangan dan rangkul erat saudara kita.

Dirumah saja adalah sikap mengalah untuk menang melawan Covid-19. Yah, mengalah untuk menang sebagaimana Yesus yang mengalah sampai mati namun akhirnya menang melawan maut. Mengalah untuk menang masih relevan untuk dunia yang butuh perdamaian.

Selamat merayakan Paskah, selamat mengalah #DirumahAja untuk menang melawan Covid-19, sambil berdoa badai Covid-19 pasti berlalu segera di 2020....

Tondano, 11 April 2020

Kamis, 09 April 2020

Menatap Cahya Harapan #DirumahAja

Cahya Rembulan di Kelam Malam (Rinegetan, 9 April 2020)
Malam ini...
Ada rembulan kupandang dari teras rumah
di malam jelang Jumat Agung...
Ada cahya dibalik glap malam
Bawa pesan berbalut asa di tengah dunia berbalut kelam glap...
Ada cahya penuh warta dan asa dari langit:
"Ada Kuasa sanggup kalahkan glap..."

Malam ini...
Kelam malam tak mampu halangi Cahya Sang Rembulan ...
Seakan bawa pesan: 
"kelam Covid pasti kan berlalu... kalian di bumi #DirumahAja "
Dari teras rumah cakrawala pandang
mampu tatap keagungan Sang Pencipta glap malam...

Duhai rembulan titip pesan untuk Pemilikmu,
jangan Dia redupkan cahyaNya
untuk kami para pendosa...
Kami akan #DirumahAja
dalam renung, doa, harap, dan karya...
Renung, doa dan harap hanya kepada Sang Cahya Agung, Cahya Harapan:
Penguasa rembulan, Penguasa malam, Penguasa bumi, Penguasa manusia dan.... 
juga Penguasa segala mahluk termasuk mahluk mikro setengah hidup bernama Corona alias #Covid-19 ... !!!




Kamis malam, 9 April 2020, jelang Jumat Agung #DiRumahAja

Selamat Jumat Agung 2020🙏🙏🙏

















Sabtu, 04 Januari 2020

KUASA

Kuasa  ...
Setinggi gunung menggaungkan perintah untuk yang dilembah
Merangkul tumbuh pepohonan dan rerumputan dalam harmoni
Jadi sumber mata air tuk hidup mahluk 
Sekali-kali memuntahkan lahar panas tanda amarah

Kuasa… 
Otoritas seluas lautan dan samudera
Memberi ruang hidup keberagaman spesies
Tempat berlayar bahtera hidup
Sekali-kali penuh dengan tarian gelombang ujian kehidupan
Ataupun juga tsunami hukuman bagi yang tak patuh

Kuasa ada ntuk atur irama hidup insani
Kuasa yang menghidupkan 
Menghukum untuk irama ketertiban hidup

Namun sering disalahgunakan
Laksana semburan lahar pada insan tak bersalah
Laksana hempasan tsunami merenggut nyawa 
Sisi kelam kuasa jika tak sadar ada Yang Maha Kuasa… .
Maha Kuasa… lebih tinggi dari gunung,  lebih luas dari samudera…

Rabu, 01 Januari 2020

Narasi dan Aksi

Ada sembah sujud syukur...
Ada untai kata selamat...
Ada jabat tangan...
  
Ada langit bertabur kembang api...
Narasi dan aksi semarak setiap tahun baru... 
Namun,
Setelah semua narasi dan aksi itu
Para aktor kembali dengan akting tak terbarukan...

Narasi berbalut ego
Tanpa syair maaf dan terimakasih
Hanya syair keakuan dan keangkuhan
Hanya hipnotisme orasi silat lidah

Aksi berbalut keangkuhan
Lakon licik namun asyik
Meracik racun di wadah madu
Singkirkan lawan dan juga kawan 

Yah...
Narasi dan aksi tanpa tranformasi setelah megah pesta tahun baru...
Baru tahunnya lama lakonnya...

Ah...
Semoga tahun baru ini benarlah baru...
Narasi dan aksi saling merangkul
Hadirkan syair cinta kasih sepanjang hari Lakonkan jabat tangan sepanjang masa Menyatukan segala beda
Aksi ulur tangan untuk yang lemah

Hingga suatu saat, entah tahun  kapan
Ketika tubuh menjadi debu dan  jiwa menjemput keabadian 
dengan penuh kedamaian disuatu ruang hidup abadi bernama sorga....

Selamat menjemput tahun baru dengan spirit narasi dan aksi baru...
Kebaruan yang menghidupkan ...

***Seper Watu,  Rinegetan Tondano
01 Januari 2020

Selasa, 19 Maret 2019

Jangan Kampanye di 3 Tempat ini!


Saat ini, aktivitas peserta Pemilu dalam tahapan kampanye semakin meningkat seiring dengan semakin dekatnya hari pemungutan suara 17 April 2019. Para kandidat atau tim kampanye hampir setiap hari memiliki agenda dalam rangka kampanye. Namun demikian, di lapangan ditemui berbagai macam pelanggaran terhadap larangan kampanye. Diantara larangan kampanye yang dilanggar oleh peserta Pemilu adalah larangan penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa pelaksana, peserta dan Tim Kampanye Pemilu dilarang:  menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Undang-undang mengatur bahwa pelanggaran terhadap larangan kampanye di Tempat Pendidikan, Tempat Ibadah dan Fasilitas Pemerintah dikategorikan dalam 2 (dua) jenis pelanggaran yaitu administratif (Pasal 280 ayat 4) atau pidana (Pasal 521). 

Sanksi Administratif

Pengaturan sanksi administratif terhadap pelanggaran kampanye di tempat terlarang dalam  UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diatur dalam Ketentuan Pasal 280 ayat (4) yang mengatur bahwa pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu. Dalam ketentuan ini larangan pada Pasal 280 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf h (Penggunaan Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan ) tidak termasuk tindak pidana Pemilu. Pelanggaran oleh Pelaksana, Peserta dan Tim Kampanye yang bukan tindak pidana berarti termasuk kategori pelanggaran admnistrasi (juncto Pasal 460 ayat 1 dan 2).

Penanganan pelanggaran ketentuan Pasal 280 ayat (1) dari sisi penanganan pelanggaran administratif diatur dalam Ketentuan dalam Pasal 309 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana kampanye, peserta kampanye, atau tim kampanye melakukan pelanggaran kampanye sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (1) dan ayat (2) dalam pelaksanaan kampanye yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan/desa, Panwaslu Desa/Kelurahan menyampaikan laporan kepada PPS.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 310 ayat (1) mewajibkan PPS menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan / desa sebagaimana dimaksud Pasal 309 ayat (2) dengan:

a.      menghentikan pelaksanaan kampanye Peserta Pemilu yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu setelah mendapatkan persetujuan dari PPK;

b.      melaporkan kepada PPK dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana Pemilu mengenai pelaksanaan Kampanye Pemilu;

c.       melarang pelaksana atau tim Kampanye Pemilu untuk melaksanakan Kampanye Pemilu berikutnya setelah mendapat persetujuan PPK; dan/atau

d.      melarang peserta Kampanye Pemilu untuk mengikuti Kampanye Pemilu berikutnya setelah mendapatkan persetujuan PPK.

Ketentuan ayat (2) mewajibkan PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

Pola penanganan serupa, terhadap pelanggaran Pasal 280 ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Pasal 314 ayat (2) dan Pasal 315 ayat (1) untuk tingkat kecamatan, Pasal 318 untuk tingkat Kabupaten, Pasal 320 untuk tingkat Provinsi, dan Pasal 322 untuk tingkat nasional yang merupakan pola penanganan pelanggaran administratif dalam tahapan Kampanye Pemilu.

Ketentuan Pasal 280 ayat (4) di atas   diikuti KPU ketika menyusun Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, sebagaimana diubah terakhir dengan PKPU 33 Tahun 2018, sehingga pelanggaran tersebut dikecualikan sebagai tindak pidana Pemilu sesuai bunyi ketentuan Pasal 69 ayat (4) PKPU:

“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j kecuali huruf h dan huruf h1, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu”.

Hal serupa diatur Pasal 76 (1):

“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j kecuali huruf h, dan ayat (2) merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Pemilu”

Selanjutnya dalam Pasal 76 ayat (3) diatur sanksi administratif: Pelanggaran terhadap larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h dikenai sanksi:

a.   peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau

b.   penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu daerah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain.

Sanksi Pidana

Apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana Pemilu mengenai pelaksanaan kampanye, maka temuan dan laporan Panwaslu Desa/Kelurahan kepada PPS dilaporkan kepada PPK, kemudian PPK menindaklanjuti laporan dengan melakukan penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-undang (Pasal 310 ayat 2). Penyelesaian dimaksud adalah dengan meneruskan laporan dugaan pelanggaran pidana kepada Panwaslu Kecamatan sesuai kewenangannya. Hal serupa perlu dilakukan KPU Kabupaten/Kota terhadap laporan PPK sebagaimana diatur Pasal 315 ayat (1) huruf b dan ayat (2).

Ketentuan pidana terhadap pelanggaran kampanye di tempat terlarang, diatur dalam ketentuan Pasal 521 UU 7 tahun 2017 yang mengamanatkan  bahwa:

“setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00.(dua puluh empat juta rupiah)”.

Selain sanksi Pidana sebagaimana diatur Pasal 521, pelanggaran terhadap larangan kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 280, juga memiliki konsekwensi sanksi administratif lanjutan sebagaimana diatur pasal 285 yaitu:

“putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 dan Pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengambil tindakan berupa:

a. pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau

b. pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih”.


Jumat, 08 Maret 2019

Kita dan Mereka di Pesta Sang Khalik

Tak lama lagi Pesta itu kan tiba |
Pesta seantero negeri |
Di ruang tak kurang dari delapan kali sepuluh meter |
Pesta n'tuk cari Pemimpin negeri |
Pesta n'tuk salurkan hak |
Pesta n'tuk sejahtera anak negeri |
Lengkapnya kami sebut: Pesta Demokrasi |

Rabu, tujuh belas April kan jadi penentu |
Siapa layak jadi tumpuan asa |
Banyak waktu tuk memilah yang layak dan patut |
Menilai visi, misi, melacak rekam jejak |
Menimbang yang tulus atau bulus |
Bukan sekedar tampang yang terpampang |
Bukan sekedar tampilan sarat editan |
Pilihan ada di benak dan sanubari jutaan tuan pesta |
Kita yang punya hak pilih |

Yah.. Memilih adalah hak |
Hak itu,  anugerah Sang Khalik |
Bukan barang dagangan |
Jangan kau jual pada mereka penghalal haram |
Hakmu,  titipan Tuhanmu |
Meski kita miskin, titipan itu tak bisa dijual|
Meski kita miskin,  tak akan kaya dengan suap mereka |
Meski perut keroncong,  malu diri makan sogok |
Karena Dia telah siapkan berkat untuk kita|

Katakan pada mereka  |
Suara kita,  Suara Tuhan |
Sang Khalik, penguasa pesta |
Penentu pemenang di pesta itu |
Kita hanya abdi, mandataris suara Khalik |
Beranikah mereka beli suara Tuhan?  |
Katakan pada mereka,  suara Sang Khalik tak bisa dibeli |
Dia kan murka, tersinggung |
 Jika Dia mau dibeli !  |
Kecuali .... Jika mereka tak takut murkaNya|

Bukankah rupiah mereka dari Dia asalnya|
Karena mereka layak terima berkahnya |
Dalih mereka, itu amal |
Jelas beda, karena amal adalah syukur tanpa pamrih |
Jika pamrih masih diharap, itu transaksi |
Bukan amal, bukan derma |

Katakan pada mereka |
Perbanyaklah kerja yakinkan kita |
Perbanyak doa pada Sang Khalik, Pemilik Suara |
Jika Dia berkenan |
Dia kan tuntun kita |
Dikala pesta itu tiba,  kita kan datang di bilik mungil |
Gunakan suara titipanNya |
Sesuai mandat dan bisikanNya dalam hikmat yang turun dari sorga |
Tanpa suap, kita kan datang |
Nyatakan Suara Tuhan yang tak bisa dibeli|
Untuk figur pilihan Tuhan |
Karena Pesta kita adalah Pesta Sang Khalik|
Hak kita  adalah Hak Sang Khalik |

Mari berpesta hai populi dari setiap sudut semesta Nusantara |
Pesta Populi,  Pesta Tuhan |
Vox Populi,  Vox Dei |

Mari berpesta karena kita gembira tunaikan mandat ilahi |
Mari berpesta,  syukuri kemenangan kita yang tak menjual titipan Sang Khalik |
Mari berpesta atas Pemimpin Pilihan Tuhan |
Yang punya kuasa atas semesta |
Punya Kuasa atas kuasa yang kan direbut disaat pesta ||••||

************
_renung disudut semesta,  Manado-Jakarta_
8 Maret 2019
39 hari jelang Pemilu,  Pesta Demokrasi
#StopPolitikUang

Selasa, 23 Oktober 2018

Peraturan KPU dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan


Meidy Yafeth Tinangon, SSi., M.Si.
(Komisioner KPU Prov. Sulut 2018-2013 / 
Ketua Divisi Hukum Dan Pengawasan)


Perkembangan ketatanegaraan pasca beberapa kali amandemen UUD 1945 berimplikasi lahirnya lembaga-lembaga negara yang baru termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Lembaga negara independen / non struktural. Lahirnya Lembaga-lembaga negara juga diikuti dengan hadirnya perangkat regulasi sebagaimana perintah UUD atau Undang-undang. Diantara perangkat regulasi tersebut, untuk penyelenggaraan Pemilu kita sering mendengar Peraturan KPU (PKPU). Masih banyak pihak yang belum menyadari kedudukan dan peran PKPU padahal PKPU merupakan bagian hirarki Peraturan Perundang-undangan di negeri ini. Dimana sebenarnya posisi PKPU dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan di Republik ini?

Hirarki Peraturan Perundang-undangan
Terkait susunan atau hirarki peraturan perundang-undangan, awalnya menggunakan ketentuan Tap MPR No. III/MPR/2000, Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Namun dalam perkembangan Tap MPR tersebut sudah tidak berlaku lagi berdasarkan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang dalam ketentuan Pasal 4 angka 4 menyebutkan bahwa Tap MPR Nomor III/MPR/2000 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang.  Dengan pengertian lain bahwa TAP MPR Nomor III/MPR/2000 memiliki sifat berlaku sementara, dan masa berlakunya habis, ketika Pembuat Undang-undang mengundangkan Undang-undang terkait tata urutan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang yang mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang substansinya turut mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan telah terbentuk dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan demikian Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tidak berlaku lagi dan tidak bisa dijadikan rujukan.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai berikut:

1.     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.     Undang-Undang / Peraturan Pemerintah  Pengganti  Undang-Undang; 
4.     Peraturan Pemerintah;
5.     Peraturan Presiden;
6.     Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.     Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Lho, ternyata PKPU tidak tercatat dalam ketentuan tentang hiraki peraturan perundang-undangan di atas. Memang jika kita hanya membaca ketentuan Pasal 7 ayat 1 UU 12 Tahun 2011, kita tidak akan menemukan frasa “peraturan KPU” di dalamnya.

Peraturan KPU sebagai  bagian dari hirarki peraturan perundang-undangan akan nyata dalam substansi Pasal selanjutnya, yaitu Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU 12 Tahun 2011. Ketentuan ayat 1 menyebutkan bahwa: jenis  Peraturan  Perundang-undangan  selain  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)  mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis  Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,  Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,  Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,  lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala  Desa atau yang setingkat.

Selanjunya ketentuan ayat 2 menyebutkan bahwa Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, jelaslah bahwa PKPU dikategorikan sebagai peraturan yang ditetapkan oleh komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang. Lebih lanjut, PKPU jelas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dibentuk berdasarkan kewenangan yang diberikan Undang-undang kepada KPU.

PKPU merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang menjadi kewenangan KPU untuk menyusunnya dalam rangka melaksanakan Pemilu. PKPU merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum yang menyebutkan bahwa: “untuk menyelenggarakan Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, KPU membentuk Peraturan KPU dan Keputusan KPU. Peraturan KPU merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.”

Secara khusus Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang  Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota yang menjadi bahan perdebatan dalam SPPU DIAKUI KEBERADAANYA dan mempunyai KEKUATAN HUKUM MENGIKAT, karena diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (Jo. Pasal 8 ayat 2 UU No. 12 Tahun 2011; Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 249 ayat (3) dan Pasal 257 ayat (3) UU No 7 Tahun 2017). Selain itu, Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 telah diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 834. Sifat “mengikat”  tersebut berarti harus dipatuhi oleh setiap warga negara maupun institusi yang terkait dengan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 termasuk bakal calon anggota DPD, DPR dan DPRD dan seluruh Partai Politik Peserta Pemilu, Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) serta stakeholder dan masyarakat umum.

Kewenangan Judicial Review
Apabila dalam pelaksanaannya ada warga negara atau institusi beranggapan bahwa terdapat Pasal-pasal dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang bertentangan dengan Undang-undang, maka warga negara atau institusi yang merasa dirugikan dapat mengajukan uji materi (judicial review) PKPU ke Mahkamah Agung yang memiliki KOMPETENSI/ KEWENANGAN ABSOLUT untuk melakukan pengujian peraturan di bawah Undang-undang. Hanya Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dapat menetapkan bahwa Peraturan KPU bertentangan dengan Undang-undang dan tidak berkekuatan hukum mengikat. Demi keadilan dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam suatu negara hukum, maka sewajarnyalah setiap warga negara menjunjung tinggi setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku, sah dan berkekuatan hukum mengikat, termasuk PKPU.

Kompetensi / kewenangan absolut Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang didasari pada ketentuan:

  1. Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UndangUndang terhadap Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.”
  2. Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang: menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.”
  3. Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa: “Dalam  hal  suatu  Peraturan  Perundang-undangan  di  bawah  Undang-Undang  diduga  bertentangan  dengan Undang-Undang,     pengujiannya     dilakukan     oleh Mahkamah Agung.”


Lebih spesifik terkait pengujian PKPU terhadap Undang-Undang, Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa: “Dalam hal Peraturan KPU bertentangan dengan Undang-undang ini, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.”

Rumusan pasal ini menegaskan bahwa Peraturan KPU dan (Juga) Peraturan Bawaslu yang kedudukannya setara (sebagai pelaksanaan Undang-Undang) hanya dapat dibatalkan melalui proses pengujian di Mahkamah Agung, sesuai kewenangan absolut yang dimilikinya. Sidang adjudikasi Sengketa Proses pemilihan Umum (SPPU)  juga tidak memiliki kewenangan untuk menguji atau menyatakan  bahwa peraturan KPU bertentangan dengan undang-undang.

Konsekwensi Hukum PKPU
Sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang jelas kedudukannya dalam hirarki peraturan perundang-undangan, serta sifatnya yang diakui dan mengikat, maka PKPU memiliki konsekwensi-konsekwensi bagi setiap masyarakat atau institusi yang terkait dengan PKPU.

Pihak pertama yang wajib hukumnya serta memiliki tanggung jawab moral untuk melaksanakan PKPU adalah KPU dan jajarannya. Tidak ada alasan bagi KPU dan jajarannya untuk mangkir dari pelaksanaan peraturan yang dibuatnya. Pelanggaran terhadap PKPU yang masih berlaku merupakan pelanggaran kode etik berat bagi setiap penyelenggara Pemilu.

Partai Politik harus memenuhi ketentuan dalam PKPU dan stakeholder terkait Pemilu lainnya juga wajib mengikuti PKPU untuk urusan teknis pelaksanaan Pemilu karena PKPU mengikat secara internal dan eksternal. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga terikat dengan PKPU. Dalam proses pengawasannya, seyogyanya Bawaslu mengawasi apakah ketentuan-ketentuan dalam PKPU sebagai koridor hukum penyelenggaraan tahapan Pemilu dilaksanakan oleh KPU dan Peserta Pemilu atau tidak. Demikian halnya dalam proses adjudikasi Sengketa Proses Pemilihan Umum serta proses penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu, seyogyanyalah Bawaslu menggunakan PKPU sebagai acuan.

Pada prinsipnya, PKPU yang diakui kedudukannya,  sah dan bersifat mengikat tidak bisa diingkari oleh setiap warga negara apalagi oleh penyelenggara Pemilu. PKPU diadakan untuk menjadi acuan pelaksanaan teknis setiap tahapan sehingga tahapan Pemilu berlangsung sesuai asas tertib dan punya kepastian hukum. Dibutuhkan kesadaran hukum setiap warga negara untuk menaati peraturan perundang-undangan termasuk PKPU, jika kita ingin Pemilu berlangsung tertib sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat di negara demokrasi berdasarkan hukum…..

Salam demokrasi  !!!

*** Tulisan ini juga dimuat dalam: 

Senin, 23 Juli 2018

Cahya Ilahi

Menatap alam,
merenung akan
Tak ada yg pasti didepan sana
Hanya ada gambaran buram
Laut bergelombang
Awan hitam
Terik mentari

Namun selalu ada setitik cahaya
Hingga...
Ada asa yg menggumpal
Ada visi terlukis indah
Ada inspirasi tuk terobos kelam
Ada yakin membungkus nurani
Ada semangat merasuk raga
Ada  kiat membius otak

Karena
Cahya Ilahi
terobos pandang
Rasuki jiwa
Bisikan kata cinta Sang Khalik
bagi sobatNya

#pantaiBoroko060718 — at Pantai KUTA (kuala Utara) Boroko